Benar-benar menyenangkan sekaligus mengharukan, ketika menyaksikan kebersamaan kaum muslimin memenuhi panggilan Allah. Aktivitas mulia ini mencerminkan ketundukan pada satu sesembahan, kesatuan tujuan, kebersamaan, persamaan, kerapian, dan kekuatan barisan kaum muslimin. Sayangnya, pemandangan indah itu seringkali hanya sebatas di bulan Ramadhan. Di luar Ramadhan, mesjid hanya diisi segelintir orang, bahkan dapat dihitung jari. Saat Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya tiba. Lebih memprihatinkan lagi di waktu subhu. Sangat sedikit orang yang hatinya terpaut dengan mesjid. Yang sedikit itu pun biasanya berusia lanjut. Ke mana para pemudanya?
Umat Islam dan mesjid adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sejarah Umat Islam hampir tak pernah lepas dari peranan mesjid di dalamnya. Ya! memang, mesjid dalam Islam memiliki fungsi yang begitu penting dan besar. Tak sebatas tempat ritual shalat berjamaah saja. Lebih dari itu, juga dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan, kegiatan sosial kemasyarakatan, dan aktivitas keumatan yang lain. Umat Islam akan hebat jika mereka 'dekat' dengan mesjid. Sebaliknya, akan mundur dan terbelakang jika 'jauh' dari mesjid.
Sayangnya, masih sedikit hati yang terketuk memakmurkan mesjid dengan beragam aktivitas. Di luar Bulan Ramadhan, seolah mesjid-mesjid kembali menangis. Mesjid, bukan spesial untuk yang tua-tua saja. Para pemuda harusnya lebih semangat. Pemuda seperti inilah yang disebutkan Rasulullah termasuk satu di antara tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah, di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
"...Seseorang yang hatinya senantiasa terkait dengan masjid..." (Bukhari, Muslim, dan At Tirmidzi)
Tunggu apa lagi, kakak2 n saudara2ku... mari makmurkan mesjid!
Kamis, 17 Februari 2011
Pemuda Muslim, Aku Dengar Mesjid Memanggilmu...
Rabu, 16 Februari 2011
Bidadari Itu Adalah Kakakku (2)
Bidadari…
Hemm, apa yang kawan pikirkan saat mendengar kata ini?
Wanita, cantik, kulit putih, rambut dan mata indah, hidung mancung, tubuh proporsional, dan hal-hal mempesona lainnya?
Tepat sekali!
Selama ini, pikiran kita memang dipenuhi gambaran-gambaran itu kala mendengar atau membaca satu kata ini, Bidadari!
Masih ingat dengan Kak Laisa? Sebuah nama yang dulu kuprediksikan sebagai sosok bidadari surga yang terpampang pada bagian sampul novel ini?
Dugaanku benar. Dialah salah seorang bidadari itu.
Namun… padanya, sama sekali tidak tersemat gambaran perawakan fisik layaknya bidadari yang kita ketahui.
Untuk memulainya, aku ingin meminjam kata-kata Jamil Zirlyfera, Pemimpin Redaksi UMMI. “Laisa bukan gambaran wanita “ideal” di layar kaca, yang ‘bening, licin, dan wangi’. Namun, padanya setiap perempuan bisa berkaca soal keteguhan hati, kemandirian, cinta, dan keikhlasan.”
Ya… Laisa bukanlah wanita yang cantik, berkulit putih, rambut dan mata indah, tubuh proporsional, atau hal mempesona lainnya. Ia tidak memiliki satu pun sifat fisik itu. Bahkan sebaliknya. Tubuhnya gemuk, gempal, hitam, pendek, berambut gimbal, hidung pesek, dan segala keterbatasan fisik lainnya. Namun, jika saja Kawan membaca novel ini langsung, tentu akan tahu, betapa ia memiliki ‘sesuatu’ berharga lain. Melebihi jangkauan indera, yang kadang bersifat munafik!
Laisa, si sulung dari kelima anak Mamak Lainuri. Kakak dari adik-adik yang berhasil, membanggakan tidak hanya keluarga, tapi juga kampung, kota, negara, dan dunia. Yang rela berhenti di kelas empat sekolah dasarnya, demi melihat adik-adiknya sekolah (Seperti yang kukatakan sebelumnya, keluarga mereka yang termiskin di Lembah Lahambay).
Laisa, sosok wanita kuat, yang rela kulitnya terpanggang matahari setiap hari demi menyekolahkan adik-adiknya. Membantu Mamak bekerja di ladang hingga ashar tiba, memasak gula aren di dinginnya subhu, menyadap damar di hutan, serta mencari dan menganyam rotan. Semuanya, hanya untuk adik-adiknya!
Lembut? Laisa juga tak memiliki sifat yang satu ini. Ia sangat tegas. Tak segan memarahi adiknya yang bolos sekolah, bahkan memukulinya dengan rotan. Namun, sekali lagi, itu ia lakukan demi kebaikan adik-adiknya.
Laisa…. Ah, tidak bosan aku menyebut namanya. Semoga kawan juga tak bosan membacanya… ^_^
KERJA KERAS!!! Itulah yang sering ia teriakkan pada adik-adiknya. “Bekerja keraslah! Kelak, kalian akan menemui kehidupan yang jauh lebih baik di luar lembah ini.” Jika ia kembali mendapati adik-adiknya--terutama Ikanuri dan Wibisana yang sangat bandel--bolos sekolah, ia akan berteriak sambil menunjuk-nunjuk dada adiknya dengan rotan, “Mau jadi apa kalian jika tidak sekolah? Kalian punya janji kehidupan yang lebih baik di luar lembah ini!”
Moment yang paling mengharukan dari serpihan kisah ini, ketika Laisa berusaha menyelamatkan dua adiknya, Ikanuri dan Wibisana, dari terkaman tiga ekor harimau di hutan seberang kampung mereka. Meski dengan kaki yang gemetaran karena takut, matanya tetap melotot pada tiga harimau itu. Demi adiknya, ia rela mengorbankan dirinya. Namun, entah karena apa, harimau kelaparan itu urung menerkam tubuh Laisa. Barulah ketika duduk di bangku SMP (kalau tidak salah), Dalimunte, adik Laisa yang kini seorang professor bidang fisika mengetahui jika binatang pun memiliki insting. Seperti halnya manusia, harimau itu tahu, Kak Laisa nekat melawan mereka demi melindungi adik-adiknya. Subhanallah!!
Satu dari beberapa hal yang kupelajari dari sosok Laisa adalah sifat pemaafnya. Harus teman-teman tahu, kejadian menyelamatkan adik dari terkaman harimau itu, dilakukan Laisa justru setelah hatinya tercabik-cabik karena perkataan dan sikap tidak patuh kedua adiknya.
“Kau bukan kakak kami! Tubuhmu pendek, hitam, jelek. Sama sekali tidak sama dengan kami! Jadi buat apa kami menuruti kata-katamu?”
Siapa yang tidak merasa sakit hati dengan perkataan itu?! Dikatakan oleh adik pula! Namun, begitulah… ‘Bidadari surga’ ini sama sekali tak menyimpan dendam pada adiknya. Dan ia, tak pernah datang terlambat untuk menyelamatkan adik-adiknya.
KAK LAISA, TAK PERNAH TERLAMBAT UNTUK ADIKNYA…
***
Satu moment lagi, yang membuat semangatku turut membuncah. Moment setelah Kak Laisa berhasil menyelamatkan dua sigung nakal (Ikanuri dan Wibisana). Di saat mereka (Kak Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana) berjalan pulang dari hutan. Waktu itu dini hari. Kak Laisa berseru sambil menunjuk gerombolan kunang-kunang yang melintas. “Lihatlah! Kunang-kunang yang indah. Suatu hari nanti, sungguh kalian akan melihat berjuta kerlip cahaya lampu yang jauh lebih indah di luar sana, di luar lembah kita…”
“Suatu saat nanti, kalian akan melihat betapa hebatnya kehidupan ini… Betapa indahnya kehidupan di luar sana. Kalian akan memiliki kesempatan itu, yakinlah… kakak berjanji akan melakukan apapun demi membuat semua itu terwujud…”
“Tapi, sebelum hari itu tiba, sebelum masanya datang, dengarkan kakak. Kalian harus rajin sekolah, rajin belajar, dan bekerja keras!”
Sengaja aku kutip petikan itu secara utuh. Aku benar-benar terkesan dengan kalimat itu…
Aku jadi teringat dengan orang tuaku. Aku memang tak memiliki kakak seperti Kak Laisa. Juga tak bisa jadi kakak sepertinya (karena tak memiliki adik!). Tapi, cukuplah aku analogikan dengan orang tuaku. Ah, entah karena apa, aku sering malu mengungkapkan cintaku pada mereka. Mungkin karena aku belum berbuat sesuatu yang bisa membuktikannya. Bukankah cinta itu perlu bukti? Tak sekadar ungkapan, yang suatu saat dapat dengan mudah dilupakan!
***
Kawan… sungguh, hanya orang bebal yang tak menitikkan air mata, saat membaca kisah yang akan kuceritakan berikutnya. Kisah, saat tubuh kecil Yashinta terbaring lemah karena sakit. Waktu itu tengah malam, saat tubuh pucatnya mendadak kejang, matanya berubah jadi putih dan melotot. Saat itulah… Saat Mamak Lainuri, Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana hanya bisa menelan ludah, panik, dan tak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba Kak Laisa berlari keluar rumah, menuruni anak tangga dan menembus derasnya butiran hujan. Tak peduli sudah berpuluh kilometer ia berlari. Tak peduli dinginnya malam di awal musim penghujan daerah lembah. Tak peduli, kini tubuhnya basah kuyup, terhantam butiran air bak kerikil kecil yang dilemparkan dari langit. Dan… Tak peduli… tak peduli sakit yang ia rasakan pada mata kakinya.
Kembali Kak Laisa menepati janjinya, tak akan pernah terlambat untuk adik-adiknya….
Kak Laisa, hanya bisa menggigit bibir dan memaksa kakinya mengalah oleh semangatnya. Saat itu, tulang mata kakinya bergeser karena menabrak batang pohon di tengah gelapnya jalan. Lebam! Tak peduli dan tak pernah peduli, ia terus berlari menuju tempat mahasiswa kedokteran yang sedang KKN di kecamatan atas. Berharap mereka dapat membantu menyembuhkan adik bungsunya, Yashinta.
Tak ada yang pernah tahu betapa hebatnya rasa sakit yang dirasakan Kak Laisa saat itu. Hanya Dalimunte, yang sempat memperhatikan kakaknya bersimpuh di depan pintu dapur. Tubuhnya dipenuhi butiran air, gemetar, sambil memegangi kakinya. Kak Laisa baru merasakan sakit yang luar biasa itu, setelah berhasil mendatangkan mahasiswa kedokteran itu. Berhasil menyelamatkan adiknya untuk yang kesekian kali. Kembali menepati janjinya…
Jika saja tak disamarkan butiran air, mungkin Dali akan dapat melihat bening air yang keluar dari sudut mata kakaknya…
Jika saja tak disamarkan tubuh yang gemetar karena kedinginan, tentu Dali akan melihat, tubuh kakaknya gemetar karena menahan sakit di kakinya… Kak Laisa, tak pernah ingin terlihat menangis di depan adik-adiknya. Karena, jika itu terjadi, siapa lagi yang bisa jadi panutan mereka…
Dan, jika saja Kawan benar-benar membacanya langsung. Dapat kupastikan, Kawan pun akan seperti aku. Yang meski tak terasa dan berusaha menyembunyikan rasa haru, tetap saja air mata itu tak dapat berbohong…
(To be continued…)
Hemm, apa yang kawan pikirkan saat mendengar kata ini?
Wanita, cantik, kulit putih, rambut dan mata indah, hidung mancung, tubuh proporsional, dan hal-hal mempesona lainnya?
Tepat sekali!
Selama ini, pikiran kita memang dipenuhi gambaran-gambaran itu kala mendengar atau membaca satu kata ini, Bidadari!
Masih ingat dengan Kak Laisa? Sebuah nama yang dulu kuprediksikan sebagai sosok bidadari surga yang terpampang pada bagian sampul novel ini?
Dugaanku benar. Dialah salah seorang bidadari itu.
Namun… padanya, sama sekali tidak tersemat gambaran perawakan fisik layaknya bidadari yang kita ketahui.
Untuk memulainya, aku ingin meminjam kata-kata Jamil Zirlyfera, Pemimpin Redaksi UMMI. “Laisa bukan gambaran wanita “ideal” di layar kaca, yang ‘bening, licin, dan wangi’. Namun, padanya setiap perempuan bisa berkaca soal keteguhan hati, kemandirian, cinta, dan keikhlasan.”
Ya… Laisa bukanlah wanita yang cantik, berkulit putih, rambut dan mata indah, tubuh proporsional, atau hal mempesona lainnya. Ia tidak memiliki satu pun sifat fisik itu. Bahkan sebaliknya. Tubuhnya gemuk, gempal, hitam, pendek, berambut gimbal, hidung pesek, dan segala keterbatasan fisik lainnya. Namun, jika saja Kawan membaca novel ini langsung, tentu akan tahu, betapa ia memiliki ‘sesuatu’ berharga lain. Melebihi jangkauan indera, yang kadang bersifat munafik!
Laisa, si sulung dari kelima anak Mamak Lainuri. Kakak dari adik-adik yang berhasil, membanggakan tidak hanya keluarga, tapi juga kampung, kota, negara, dan dunia. Yang rela berhenti di kelas empat sekolah dasarnya, demi melihat adik-adiknya sekolah (Seperti yang kukatakan sebelumnya, keluarga mereka yang termiskin di Lembah Lahambay).
Laisa, sosok wanita kuat, yang rela kulitnya terpanggang matahari setiap hari demi menyekolahkan adik-adiknya. Membantu Mamak bekerja di ladang hingga ashar tiba, memasak gula aren di dinginnya subhu, menyadap damar di hutan, serta mencari dan menganyam rotan. Semuanya, hanya untuk adik-adiknya!
Lembut? Laisa juga tak memiliki sifat yang satu ini. Ia sangat tegas. Tak segan memarahi adiknya yang bolos sekolah, bahkan memukulinya dengan rotan. Namun, sekali lagi, itu ia lakukan demi kebaikan adik-adiknya.
Laisa…. Ah, tidak bosan aku menyebut namanya. Semoga kawan juga tak bosan membacanya… ^_^
KERJA KERAS!!! Itulah yang sering ia teriakkan pada adik-adiknya. “Bekerja keraslah! Kelak, kalian akan menemui kehidupan yang jauh lebih baik di luar lembah ini.” Jika ia kembali mendapati adik-adiknya--terutama Ikanuri dan Wibisana yang sangat bandel--bolos sekolah, ia akan berteriak sambil menunjuk-nunjuk dada adiknya dengan rotan, “Mau jadi apa kalian jika tidak sekolah? Kalian punya janji kehidupan yang lebih baik di luar lembah ini!”
Moment yang paling mengharukan dari serpihan kisah ini, ketika Laisa berusaha menyelamatkan dua adiknya, Ikanuri dan Wibisana, dari terkaman tiga ekor harimau di hutan seberang kampung mereka. Meski dengan kaki yang gemetaran karena takut, matanya tetap melotot pada tiga harimau itu. Demi adiknya, ia rela mengorbankan dirinya. Namun, entah karena apa, harimau kelaparan itu urung menerkam tubuh Laisa. Barulah ketika duduk di bangku SMP (kalau tidak salah), Dalimunte, adik Laisa yang kini seorang professor bidang fisika mengetahui jika binatang pun memiliki insting. Seperti halnya manusia, harimau itu tahu, Kak Laisa nekat melawan mereka demi melindungi adik-adiknya. Subhanallah!!
Satu dari beberapa hal yang kupelajari dari sosok Laisa adalah sifat pemaafnya. Harus teman-teman tahu, kejadian menyelamatkan adik dari terkaman harimau itu, dilakukan Laisa justru setelah hatinya tercabik-cabik karena perkataan dan sikap tidak patuh kedua adiknya.
“Kau bukan kakak kami! Tubuhmu pendek, hitam, jelek. Sama sekali tidak sama dengan kami! Jadi buat apa kami menuruti kata-katamu?”
Siapa yang tidak merasa sakit hati dengan perkataan itu?! Dikatakan oleh adik pula! Namun, begitulah… ‘Bidadari surga’ ini sama sekali tak menyimpan dendam pada adiknya. Dan ia, tak pernah datang terlambat untuk menyelamatkan adik-adiknya.
KAK LAISA, TAK PERNAH TERLAMBAT UNTUK ADIKNYA…
***
Satu moment lagi, yang membuat semangatku turut membuncah. Moment setelah Kak Laisa berhasil menyelamatkan dua sigung nakal (Ikanuri dan Wibisana). Di saat mereka (Kak Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana) berjalan pulang dari hutan. Waktu itu dini hari. Kak Laisa berseru sambil menunjuk gerombolan kunang-kunang yang melintas. “Lihatlah! Kunang-kunang yang indah. Suatu hari nanti, sungguh kalian akan melihat berjuta kerlip cahaya lampu yang jauh lebih indah di luar sana, di luar lembah kita…”
“Suatu saat nanti, kalian akan melihat betapa hebatnya kehidupan ini… Betapa indahnya kehidupan di luar sana. Kalian akan memiliki kesempatan itu, yakinlah… kakak berjanji akan melakukan apapun demi membuat semua itu terwujud…”
“Tapi, sebelum hari itu tiba, sebelum masanya datang, dengarkan kakak. Kalian harus rajin sekolah, rajin belajar, dan bekerja keras!”
Sengaja aku kutip petikan itu secara utuh. Aku benar-benar terkesan dengan kalimat itu…
Aku jadi teringat dengan orang tuaku. Aku memang tak memiliki kakak seperti Kak Laisa. Juga tak bisa jadi kakak sepertinya (karena tak memiliki adik!). Tapi, cukuplah aku analogikan dengan orang tuaku. Ah, entah karena apa, aku sering malu mengungkapkan cintaku pada mereka. Mungkin karena aku belum berbuat sesuatu yang bisa membuktikannya. Bukankah cinta itu perlu bukti? Tak sekadar ungkapan, yang suatu saat dapat dengan mudah dilupakan!
***
Kawan… sungguh, hanya orang bebal yang tak menitikkan air mata, saat membaca kisah yang akan kuceritakan berikutnya. Kisah, saat tubuh kecil Yashinta terbaring lemah karena sakit. Waktu itu tengah malam, saat tubuh pucatnya mendadak kejang, matanya berubah jadi putih dan melotot. Saat itulah… Saat Mamak Lainuri, Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana hanya bisa menelan ludah, panik, dan tak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba Kak Laisa berlari keluar rumah, menuruni anak tangga dan menembus derasnya butiran hujan. Tak peduli sudah berpuluh kilometer ia berlari. Tak peduli dinginnya malam di awal musim penghujan daerah lembah. Tak peduli, kini tubuhnya basah kuyup, terhantam butiran air bak kerikil kecil yang dilemparkan dari langit. Dan… Tak peduli… tak peduli sakit yang ia rasakan pada mata kakinya.
Kembali Kak Laisa menepati janjinya, tak akan pernah terlambat untuk adik-adiknya….
Kak Laisa, hanya bisa menggigit bibir dan memaksa kakinya mengalah oleh semangatnya. Saat itu, tulang mata kakinya bergeser karena menabrak batang pohon di tengah gelapnya jalan. Lebam! Tak peduli dan tak pernah peduli, ia terus berlari menuju tempat mahasiswa kedokteran yang sedang KKN di kecamatan atas. Berharap mereka dapat membantu menyembuhkan adik bungsunya, Yashinta.
Tak ada yang pernah tahu betapa hebatnya rasa sakit yang dirasakan Kak Laisa saat itu. Hanya Dalimunte, yang sempat memperhatikan kakaknya bersimpuh di depan pintu dapur. Tubuhnya dipenuhi butiran air, gemetar, sambil memegangi kakinya. Kak Laisa baru merasakan sakit yang luar biasa itu, setelah berhasil mendatangkan mahasiswa kedokteran itu. Berhasil menyelamatkan adiknya untuk yang kesekian kali. Kembali menepati janjinya…
Jika saja tak disamarkan butiran air, mungkin Dali akan dapat melihat bening air yang keluar dari sudut mata kakaknya…
Jika saja tak disamarkan tubuh yang gemetar karena kedinginan, tentu Dali akan melihat, tubuh kakaknya gemetar karena menahan sakit di kakinya… Kak Laisa, tak pernah ingin terlihat menangis di depan adik-adiknya. Karena, jika itu terjadi, siapa lagi yang bisa jadi panutan mereka…
Dan, jika saja Kawan benar-benar membacanya langsung. Dapat kupastikan, Kawan pun akan seperti aku. Yang meski tak terasa dan berusaha menyembunyikan rasa haru, tetap saja air mata itu tak dapat berbohong…
(To be continued…)
Jumat, 11 Februari 2011
“Kak, Kenapa Memilih Jalan Itu?”
Jari mungilnya membentuk huruf “O”. Menggenggam erat tangan orang di sampingnya. Lebih kuat. Semakin kuat. Seolah ia takut, tangan itu lepas. Lalu berjalan. Berlari menjauhi dirinya. Atau jika tidak, ia takut tersandung. Lalu terjatuh. Ia menakuti banyak kemungkinan, jika tangan itu tak lagi digenggamnya.
Kaki mereka, kakak beradik itu, berjalan beriringan. Melalui jalan setapak bebatuan. Sudah sejam mereka berjalan, namun tak kunjung sampai. Tujuan mereka adalah ujung jalan itu.
45 menit berlalu…
Di tengah perjalanan melelahkan itu, mereka menemukan jalan setapak dengan arah yang berbeda. Jalan yang satu ini terlihat lebih rata. Tak ada bebatuan yang sewaktu-waktu bisa mambuat kaki terkilir. Tiba-tiba saja, sang kakak berubah pikiran. Mungkin karena terlalu lelah, atau karena melihat tujuan mereka masih terlalu jauh. Ia memutuskan mengubah haluan, mengikuti jalan yang satunya.
Sang adik, yang masih terngiang akan keindahan pemandangan alam di ujung jalan sana, tak mau terima. Digenggamnya tangan itu lebih erat. Sedikit menggoyangkannya, sambil merengek manja. “Kak, kenapa memilih jalan itu?” tanyanya dengan bola mata membulat. “Bukankah kakak sudah janji, mengajakku ke suatu tempat yang indah di ujung jalan ini? Kakak masih ingat kan?” tambahnya setengah berteriak.
Kakak itu menggeleng. “Tidak. Jalan ini masih terlalu jauh. Aku takut adik lelah,” ucap kakak seadanya.
“Tidak mau!!!” Teriak sang adik.
Keduanya bersikeras memilih jalan masing-masing. Perlahan, ia melepaskan tangan kakaknya. Rasanya beraaaat sekali! Karena keinginannya yang sangat besar, Ia melanjutkan perjalanannya. Sendirian!
Cairan bening seketika melewati pipi merah muda-nya. Kini, ia berjalan sendirian. Tanpa kakak yang melindungi, menyayangi, dan mendekapnya lembut saat ia ketakutan. Kini, ia benar-benar sendiri!
***
Tring…Tring…
Nada pesan handphone itu membuyarkan konsentrasi Chaca. “Ah, tulisanku baru setengah halaman,” gumamnya sedikit kesal. Chaca, gadis berumur 20 tahun itu beranjak dari kasurnya. Meraih sebuah handphone berwarna biru dengan kombinasi hitam pada tutsnya.
1 Massage Received
Kakak
Ia mengernyitkan keningnya. Namun, tak lama, senyumnya mengembang. Kakak? Ekspresinya masih tak percaya. Cukup lama ia menatap layar hp-nya itu.
“Ah, sudah lama aku tak menerima pesan dari kakakku. Ada apa ya? Tanyanya pada diri sendiri. Tak ingin berlama-lama penasaran, ia memencet tombol open.
“Aku minta maaf, lahir dan batin.”
Pesan itu betul-betul singkat!
Digenggamnya benda itu erat-erat. Seerat genggamanan adik pada tangan kakaknya dalam cerita yang baru saja ia tulis. Pesan singkat itu, mampu meluruhkan egonya. Seketika, ia merasakan setetes embun menetes di hatinya yang mulai kering.
Ia menjawab pesan itu. Tapi, kali ini ia tak mau meminta bantuan jaringan komunikasi. Cukup dalam hati. Ya, dalam hati. Sangaaaat dalam, hingga meninggalkan bekas.
“Kakak tak perlu minta maaf. Bukan kakak yang salah. Mungkin hanya sebuah kesalahpahaman. Aku pikir, tak ada masalah dengan semuanya. Justru aku bersyukur, karena dari sini, kita diajar untuk lebih bersikap dewasa….”
*Catatan kecil untuk seorang kakak, teman, sekaligus sahabatku.
“Tak ada yang salah, dan tak ada yang perlu meminta maaf dan dimaafkan. Belajar! Kita hanya butuh belajar. Belajar mengerti, belajar memahami, dan menyikapi sesuatu dengan lebih bijak dan sabar….”
Kaki mereka, kakak beradik itu, berjalan beriringan. Melalui jalan setapak bebatuan. Sudah sejam mereka berjalan, namun tak kunjung sampai. Tujuan mereka adalah ujung jalan itu.
45 menit berlalu…
Di tengah perjalanan melelahkan itu, mereka menemukan jalan setapak dengan arah yang berbeda. Jalan yang satu ini terlihat lebih rata. Tak ada bebatuan yang sewaktu-waktu bisa mambuat kaki terkilir. Tiba-tiba saja, sang kakak berubah pikiran. Mungkin karena terlalu lelah, atau karena melihat tujuan mereka masih terlalu jauh. Ia memutuskan mengubah haluan, mengikuti jalan yang satunya.
Sang adik, yang masih terngiang akan keindahan pemandangan alam di ujung jalan sana, tak mau terima. Digenggamnya tangan itu lebih erat. Sedikit menggoyangkannya, sambil merengek manja. “Kak, kenapa memilih jalan itu?” tanyanya dengan bola mata membulat. “Bukankah kakak sudah janji, mengajakku ke suatu tempat yang indah di ujung jalan ini? Kakak masih ingat kan?” tambahnya setengah berteriak.
Kakak itu menggeleng. “Tidak. Jalan ini masih terlalu jauh. Aku takut adik lelah,” ucap kakak seadanya.
“Tidak mau!!!” Teriak sang adik.
Keduanya bersikeras memilih jalan masing-masing. Perlahan, ia melepaskan tangan kakaknya. Rasanya beraaaat sekali! Karena keinginannya yang sangat besar, Ia melanjutkan perjalanannya. Sendirian!
Cairan bening seketika melewati pipi merah muda-nya. Kini, ia berjalan sendirian. Tanpa kakak yang melindungi, menyayangi, dan mendekapnya lembut saat ia ketakutan. Kini, ia benar-benar sendiri!
***
Tring…Tring…
Nada pesan handphone itu membuyarkan konsentrasi Chaca. “Ah, tulisanku baru setengah halaman,” gumamnya sedikit kesal. Chaca, gadis berumur 20 tahun itu beranjak dari kasurnya. Meraih sebuah handphone berwarna biru dengan kombinasi hitam pada tutsnya.
1 Massage Received
Kakak
Ia mengernyitkan keningnya. Namun, tak lama, senyumnya mengembang. Kakak? Ekspresinya masih tak percaya. Cukup lama ia menatap layar hp-nya itu.
“Ah, sudah lama aku tak menerima pesan dari kakakku. Ada apa ya? Tanyanya pada diri sendiri. Tak ingin berlama-lama penasaran, ia memencet tombol open.
“Aku minta maaf, lahir dan batin.”
Pesan itu betul-betul singkat!
Digenggamnya benda itu erat-erat. Seerat genggamanan adik pada tangan kakaknya dalam cerita yang baru saja ia tulis. Pesan singkat itu, mampu meluruhkan egonya. Seketika, ia merasakan setetes embun menetes di hatinya yang mulai kering.
Ia menjawab pesan itu. Tapi, kali ini ia tak mau meminta bantuan jaringan komunikasi. Cukup dalam hati. Ya, dalam hati. Sangaaaat dalam, hingga meninggalkan bekas.
“Kakak tak perlu minta maaf. Bukan kakak yang salah. Mungkin hanya sebuah kesalahpahaman. Aku pikir, tak ada masalah dengan semuanya. Justru aku bersyukur, karena dari sini, kita diajar untuk lebih bersikap dewasa….”
*Catatan kecil untuk seorang kakak, teman, sekaligus sahabatku.
“Tak ada yang salah, dan tak ada yang perlu meminta maaf dan dimaafkan. Belajar! Kita hanya butuh belajar. Belajar mengerti, belajar memahami, dan menyikapi sesuatu dengan lebih bijak dan sabar….”
Kamis, 10 Februari 2011
Ayahku
Ayahku,
Ia bukanlah seorang yang berpendidikan tinggi
Bukan pula seorang pejabat
Ataupun profesi terpandang lainnya
Ia hanya seorang yang yatim sejak kecil
Hidup sebagai seorang yang miskin di negeri yang baru saja merdeka
Dulunya ia adalah seorang pemuda yang nakal
Namun tetap patuh terhadap perintah ibunya
Namun sesungguhnya, ia adalah seorang yang sangat penyayang
Dan aku, anaknya, mengenal ia sebagai seorang ayah yang sempurna
Bukan karena ia mampu memberikanku kemewahan,
Memenuhi semua yang aku pinta,
Namun, lebih dari semua itu,
Karena nasihat-nasihatnya ketika aku pulang ke rumah
Nasihat-nasihat yang kadang disampaikan
Dengan cara yang menyakitkan hati,
Namun, sekali lagi aku dapat menyelami makna dari setiap kata yang diungkapkannya
Sesungguhnya ia adalah seorang ayah yang sangat baik,
Ia memang tidak pernah merngecap pendidikan yang tinggi
Namun menurutku, ia lebih pintar dari professor-profesor yang mengajarku di bangku kuliah
Meskipun, menurut orang kebanyakan
Ia adalah orang yang patut ditakuti karena ketegasannya,
Orang yang selalu keras dalam tindakannya,
Namun sesungguhnya ia adalah sosok yang sangat lembut
Meskipun terkadang aku sendiri sedikit tidak menerima sikapnya
Ketika ia tidak dapat menguasai dirinya sendiri
Namun, aku tahu itu bukan dirinya
Ya, sekali lagi aku tetap mengenalnya sebagai ayah yang pengasih...
Ia memang seorang yang tidak berpengaruh dalam hal jumlah ijazah
Namun, ia memiliki cita-cita yang sangat mulia,
Bagaimanapun tidak mampunya ia,
Aku menjadi seorang yang mengecap pendidikan tertinggi
Merupakan hal yang sangat diinginkannya
Mungkin bagi kalian, hal ini terlalu lumrah
Karena itu memang hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang kepala keluarga
Namun, sekali lagi tidak menurutku,
Kalian tidak mengenalnya
Di tengah pemikiran sederhana yang dimiliki oleh orang-orang di sekitarnya
Ia telah memiliki perencanaan yang matang untuk masa depan anaknya
Ia adalah ayah terhebat menurutku
Terserah menurut kalian
Dalam diamnya, aku mampu melihat sebuah makna
Dalam tiap perkataannya,
Aku dapat mengambil hikmah
Dan dalam marahnya,
Aku dapat memetik sebuah pelajaran
Pelajaran yang lebih berharga
Dari ilmu-ilmu yang dikeluarkan oleh professor-professor tak bermoral itu!
Ia bukanlah seorang yang berpendidikan tinggi
Bukan pula seorang pejabat
Ataupun profesi terpandang lainnya
Ia hanya seorang yang yatim sejak kecil
Hidup sebagai seorang yang miskin di negeri yang baru saja merdeka
Dulunya ia adalah seorang pemuda yang nakal
Namun tetap patuh terhadap perintah ibunya
Namun sesungguhnya, ia adalah seorang yang sangat penyayang
Dan aku, anaknya, mengenal ia sebagai seorang ayah yang sempurna
Bukan karena ia mampu memberikanku kemewahan,
Memenuhi semua yang aku pinta,
Namun, lebih dari semua itu,
Karena nasihat-nasihatnya ketika aku pulang ke rumah
Nasihat-nasihat yang kadang disampaikan
Dengan cara yang menyakitkan hati,
Namun, sekali lagi aku dapat menyelami makna dari setiap kata yang diungkapkannya
Sesungguhnya ia adalah seorang ayah yang sangat baik,
Ia memang tidak pernah merngecap pendidikan yang tinggi
Namun menurutku, ia lebih pintar dari professor-profesor yang mengajarku di bangku kuliah
Meskipun, menurut orang kebanyakan
Ia adalah orang yang patut ditakuti karena ketegasannya,
Orang yang selalu keras dalam tindakannya,
Namun sesungguhnya ia adalah sosok yang sangat lembut
Meskipun terkadang aku sendiri sedikit tidak menerima sikapnya
Ketika ia tidak dapat menguasai dirinya sendiri
Namun, aku tahu itu bukan dirinya
Ya, sekali lagi aku tetap mengenalnya sebagai ayah yang pengasih...
Ia memang seorang yang tidak berpengaruh dalam hal jumlah ijazah
Namun, ia memiliki cita-cita yang sangat mulia,
Bagaimanapun tidak mampunya ia,
Aku menjadi seorang yang mengecap pendidikan tertinggi
Merupakan hal yang sangat diinginkannya
Mungkin bagi kalian, hal ini terlalu lumrah
Karena itu memang hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang kepala keluarga
Namun, sekali lagi tidak menurutku,
Kalian tidak mengenalnya
Di tengah pemikiran sederhana yang dimiliki oleh orang-orang di sekitarnya
Ia telah memiliki perencanaan yang matang untuk masa depan anaknya
Ia adalah ayah terhebat menurutku
Terserah menurut kalian
Dalam diamnya, aku mampu melihat sebuah makna
Dalam tiap perkataannya,
Aku dapat mengambil hikmah
Dan dalam marahnya,
Aku dapat memetik sebuah pelajaran
Pelajaran yang lebih berharga
Dari ilmu-ilmu yang dikeluarkan oleh professor-professor tak bermoral itu!
Penyakit-Penyakit Menular
PENYAKIT DEMAM BERDARAH
1. Etiologi
Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian , penyebab penyakit adalah virus yang menggangu pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan- perdarahan.
2. Gejala Penyakit
Gejala penyakit DBD adalah:
1. Mendadak panas tinggi selama 2 - 7 hari, tampak lemah lesu suhu badan antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih.
2. Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang.
3. Kadang-kadang perdarahan di hidung ( mimisan).
4. Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah
5. Tes Torniquet positif
6. Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura
7. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lumbung
8. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin Berkeringat Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya
9. Hematemesis atau melena
10. Trombositopenia ( =100.000 per mm3)
11. Pembesaran plasma yang erathubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari:
1. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin
2. Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan
3. Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo -proteinaemia
3. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti:
1. Berwarna hitam dan belang- belang ( loreng) putih pada seluruh tubuh
2. Berkembangbiak di tempat penampungan air ( TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dll.
3. Nyamuk aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak di selokan /got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
4. Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari
5. Mampu terbang sampai 100 meter
4. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit.
5. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara ; Menguras , menutup, mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
2. Fogging atau pengasapan
3. Abatisasi
6. Pengobatan
Pengobatan terhadap penyakit ini terutama ditujukan untuk mengatasi perdarahan, mencegah/mengatasi keadaan syok/presyok dengan mengusahakan agar penderita banyak minum, bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus. Demam diusahakan diturunkan dengan kompres dingin atau antipiretika.
7. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan adalah:
• Foging dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD Positif atau ada 1 penderita DBD meninggal
• Daerah KLB/ wabah DBD
[Top]
MALARIA
1. Etiologi
Penyakit Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
2. Gejala Penyakit
Gejala klasik adalah : suatu parokisme yang terdiri dari 3 stadium, yaitu :
• Mengigil 15 - 60 menit
• Demam 2 - 6 jam
Timbul setelah penderita mengigil, demam biasanya suhu sekitar 37,5 - 40 derajat, pada penderita hiper parasitemia (> 5%) suhu meningkat sampai > 40 derajat celsius berlangsung
• Berkeringat selama 2-4 jam, timbul setelah demam terjadi akibat gangguan metabolisme.
4. Cara Penularan
Penyakit Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung parasit:
• Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika.
• Plasmodium vivax penyebab penyakit malaria tertiana
• Plasmodium malarie penyebab malaria quartiana
• Plasmodium ovale jarang ditemukan di Indonesia
Ciri-ciri penyakit malaria adalah : sewaktu mengigit akan membentuk sudut sekitar 45 derjat.
5. Siklus Parasit Malaria
Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke erotrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit
6. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan darah tepi.
7. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
• Pemberantasan Sarang Nyamuk yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
• Pemberian ikan kepala pada tempat jentik nyamuk anopheles tinggal
• Larvasasi tempat perindukan nyamuk anopheles.
• Penggunaan kelambu
• Menggunakan revelen sewaktu keluar / bekerja di luar rumah pada daerah endemis malaria.
8. Pengobatan
Pengobatan tergantung sensifitas dan jenis penyebabnya, dapat dipilih obat anti malaria yang paling tepat untuk setipa. Pengobatan terhadap penyakit ini terutama ditujukan untuk penderita malaria, masyarakat yang akan berangkat kedaerah endemis dan masyarakat yang datang dari daerah endemis.
9. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan adalah:
• Spraying dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, yaitu sekitar 20 rumah dari kasus indeks.
• Daerah KLB/ wabah DBD
[Top]
TUBERKULOSIS
1. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
2. Gejala Penyakit
Gejala penyakit tuberkulosis adalah : batuk lebih dari 3 minggu, demam, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan, berat badan menurun.
3. Cara Penularan
Penyakit ini dapat tertular kepada orang melalui udara yang mengandung kuman tbc.
4. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan dahak si penderita.
5. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
• Perbaikan gizi
• Pengadaan rumah sehat dengan ventilasi yang memadai.
• Perilaku hidup bersih dan sehat
6. Pengobatan
Pengobatan tergantung kepada tipe penderita (baru, do, gagal dan kambuh). Pada pemeriksaan pertama kali di Puskesmas pasien dikenai biaya administrasi, tetapi setelah diketahui pasien positip tb maka penderita tidak dikenai biaya pengobatan dan obat gratis.
7. Sistem Kewaspadaan Dini
Penderita yang positip Tb setelah pemeriksaan dahak, akan dilakukan kunjungan ke rumah penderita untuk pemeriksaan kontak serumah.
[Top]
HIV/AIDS
1. Etiologi
AIDS (Aquared Immune Defeciency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang didapat.
2. Gejala Penyakit
Gejala mayor : berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
• Diare khronis lebih dari 1 bulan
• Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
• Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
Gejala minor
• Batuk menetap lebih dari 1 bulan
• Gangguan kulit pada seluruh tubuh
• Herpes zoster berulang
• Herpes simpleks kronis
• Pembesaran kelenjar limpa
• Infeksi jamur pada alat kelamin wanita
• Jamur di sekitar mulut
3. Cara Penularan
Penyakit ini dapat tertular melalui hubungan seksual, melalui jarum suntik, ibu ke bayinya, transfusi darah.
4. Kewaspadaan Masyarakat
Untuk menghindari tertular HIV/AIDS maka masyarakat harus menghindari hubungan seks secara bebas atau memakai kondom sewaktu melakukan hubungan seksual. Bagi pemakai narkoba dengan jarum suntik, maka tidak memakai jarum suntik secara beramai-ramai.
5. Pencegahan Penyakit
Melakukan seks yang baik dan aman. Tidak menjadi pengguna narkoba Tidak melakukan transfusi darah tanpa skrining Test HIV sebelum menikah, sebelum dan setelah melahirkan. Skrining terhadap donor darah. Orang dengan HIV/AIDS tidak melakukan donor darah.
6. Pengobatan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS sejauh diketahui obat yang efektif untuk membunuh virus HIV/AIDS.
[Top]
ANTHRAX
1. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri gram positip yang disebut Bacillus anthracis, yang biasanya menyerang hewan seperti sapi, kuda, kambing, burung unta.
2. Gejala Penyakit
1. Anthrax kulit
Bila penularan melalui kulit atau selaput lendir. Timbul bercak kemerahan pada daerah kulit yang cepat berubah menjadi bintil atau benjolan yang berair dengan warna ungu kehitaman di bagian tengahnya. Kulit disekitarnya membengkak dan muncul bintil-bintil baru, kelenjar getah bening disejitarnya membesar. Benjolan bagian tengah akan mengalami necrosis dan pecah. Penderita mengalami lesu dan demam sakit kepala, mual dan muntah. Bila kuman sudah menjalar ke pembuluh darah maka akan tejadi sepsis .
2. Anthrax Paru-paru
Bila melalui udara pernafasan penderita akan mengalami demam, sakit kepala dan lemah sesak nafas. Pada pemeriksaan paru-paru menunjukkan pnemonia.
3. Anthrax Sepsis
Merupakan kelanjutan kedua bentuk diatas, atau kadang-kadang terjadi secara langsung tanpa melalui bentuk diatas. Pendedrita berkeringat, sianosis, dan syok. Pada kasus tertentu dapat mengalami radang selaput otak (meningitis haemorhagika)
3. Cara penularan.
Penyakit ini dapat tertular kepada manusia bila :
1. Mengkonsumsi makanan yang terinfeksi bakteri yang masih hidup pada daging hewan sakit yang dimasak kurang sempurna atau spora dalam daging tersebut.
2. Bersentuhan dengan bahan atau produk (daging, darah dsb) yang berasal dari hewan sakit tersebut melalui luka pada kulit sekalipun sangat kecil luka tersebut (mikroskopis).
3. Menghirup spora melalui pernafasan
4. Pencegahan
1. Membakar bagian tubuh hewan yang diduga terjangkit penyakit anthrax
2. Menghindari kontak dengan bagian/produk dari hewan yang sakit anthrax
3. Menghindari kontak dengan udara yang mengandung spora anthrax
4. Menghindari mengkomsumsi daging hewan yang sakit.
5. Pengobatan
Penderita anthrax diobati dengan anti biotik yang paling tepat untuk setiap kasus, demam diturunkan dengan kompres dingin atau dengan pemberian anti piretika
6. Kewaspadaan Dini
Bila anggota keluarga dari masyarakat atau tetangga terdekat dilingkungannya menderita penyakit dengan gejala diatas, segera dibawa ke UPK terdekat.
[Top]
DIARE
Defenisi
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari).
Faktor yang mempengaruhi diare :
Lingkungan Gizi Kependudukan
Pendidikan Sosial Ekonomi Perilaku Masyarakat
Penyebab terjadinya diare :
Peradangan usus oleh agen penyebab :
1. bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
2. Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia
3. Kurang gizi
4. Alergi terhadap susu
5. Immuno defesiensi
Cara penularan :
1. Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
Istilah diare :
Diare akut = kurang dari 2 minggu
Diare Persisten = lebih dari 2 minggu
Disentri = diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
Kholera = diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif :
Tatalaksana penderita diare di rumah
• Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
• Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
• Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
1. buang air besar makin sering dan banyak sekali
2. muntah terus menerus
3. rasa haus yang nyata
4. tidak dapat minum atau makan
5. demam tinggi
6. ada darah dalam tinja
Kriteria KLB/Diare :
- Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya.
Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
1. masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
• Pengamatan :
• pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
• Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
• Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.
• Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
• Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
• Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
• Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap
2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
1. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
2. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
3. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
4. Mengatur logistik
5. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
6. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
7. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
8. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb
[Top]
INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT (ISPA)
I. Defenisi
ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) kedalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru.
II. Klasifikasi dan Diagnosis dalam Penangulangan P2ISPA
1. Kalsifikasi Pnemonia dan bukan pnemonia Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok, yaitu :
• Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia.
• Kelompok umur <2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat dan bukan pnemonia.
2. Diagnosis Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekwensi nafas(nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekwensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah :
• pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekwensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih
• pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekwensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit atau lebih
• pada anak usia kurang 2 bulan frekwensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih.
Diagnosis pnemonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pnemonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekwensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan penmonia maka diagnosisnya adalah : batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.
III. Etiologi
1. Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.
2. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus inluenzae.
IV. Pencegahan
Pencegahan penyakit pnemonia dapat dilakukan dengan
• Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai
• Perilaku hidup bersih dan sehat
• Peningkatan gizi balita
V. Deteksi Dini oleh Masyarakat / Kader
Bila kader/masyarakat menemukan balita dalam keadaan batuk, sukar bernafas segera dibawa ke Puskesmas/UPK terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
VI. Pengobatan
Semua penderita pnemonia diberi antibiotk .
VII. Sistem Kewaspadaan Dini
Bila terjadi peningkatan kasus pada suatu wilayah segera dilakukan intervensi oleh Puskesmas dengan melakukan care seeking (kunjungan rumah) dan melakukan pengobatan.
[Top]
KUSTA
1. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi dengan tanda di kulit
2. Cara Penularan
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara yang mengandung kuman leprae yang dihirup oleh manusia atau bersentuhan langsung dengan luka penderita kusta tipe basah.
3. Jenis/Type Penyakit Kusta
1. Tipe MB (Tipe Basah), Merupakan tipe yang dapat menularkan kepada orang lain. Dengan tanda - tanda :
• Bercak keputihan atau kemerahan tersebar merata diseluruh badan.
• Dengan atau tanpa penebalan pada bercak
• Pada permukaan bercak, sering masih ada rasa bila disentuh dengan kapas.
• Tanda-tanda permulaan sering berupa penebalan kulit kemerahan pada cuping teling dan muka.
2. Tipe PB ( Tipe Kering) Tipe ini tidak menular tetapi dapat menimbulkan cacat bila tidak segera diobati. Tanda-tandanya : bercak putih seperti paru yang mati rasa, artinya bila bercak tersebut disentuh dengan kapas tidak terasa atau kurang terasa.
4. Pengobatan
Penyakit kusta dapat diobati dan bukan penyakit turunan/kutukan.
Tipe MB lama pengobatan : 12 - 18 bulan.
Tipe PB lama pengobatan : 6 - 9 bulan
Pengobatan Kusta dapat dilakukan pada Puskesmas/Rumah Sakit/ UPK yang melakukan pengobatan kusta. Semua pengobatan kusta di Puskesmas/UPK/Rumah Sakit di dapat secara gratis.
5. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat / tetangga dilingkungan tetangga terdekat menemukan gejala atau tanda penyakit tersebut diatas segera dibawa ke Puskesmas/UPK/Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan.
[Top]
LEPTOSPIROSIS
I. Defenisi
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.
II. Sumber Penularan
Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.
III. Cara Penularan
Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira. Masa inkubasi selama 4 - 19 hari.
IV. Gejala Klinis
1. Stadium Pertama
• Demam menggigil
• Sakit kepala
• Malaise
• Muntah
• Konjungtivitis
• Rasa nyeri otot betis dan punggung
• Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari
Gejala yang Kharakteristik
• Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)
• Rasa nyeri pada otot-otot
2. Stadium Kedua
• Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita
• Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama
• Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis.
• Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.
Komplikasi Leptospirosis
• Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
• Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
• Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
• Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
• Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
• Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
V. Pencegahan
Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
2. Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.
3. Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.
4. Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
5. Menjaga kebersihan lingkungan
6. Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.
7. Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.
8. Menghindari pencemaran oleh tikus.
9. Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus
10. Meningkatkan penangkapan tikus.
VI. Pengobatan
• Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline)
• Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine.
• Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%.
• Segera berobat ke dokter terdekat.
VII. Kewaspadan oleh Kader / Masyarakat.
Bila kader / masyarakat dengan gejala-gejala diatas segera membawa ke Puskesmas / UPK terdekat untuk mendapat pengobatan
VIII. Sistem Kewaspadaan Dini
Analisa data penderita Leptospirosis yang dilaporkan oleh Rumah Sakit (SARS) ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta
IX. Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dilakukan pada daerah yang penderita Leptospirosis cenderung meningkat (per jam/hari/minggu/bulan) dengan pengambulan darah bagi penderita dengan gejala demam, sekitar 20 rumah dari kasus indeks.
1. Etiologi
Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian , penyebab penyakit adalah virus yang menggangu pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan- perdarahan.
2. Gejala Penyakit
Gejala penyakit DBD adalah:
1. Mendadak panas tinggi selama 2 - 7 hari, tampak lemah lesu suhu badan antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih.
2. Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang.
3. Kadang-kadang perdarahan di hidung ( mimisan).
4. Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah
5. Tes Torniquet positif
6. Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura
7. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lumbung
8. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin Berkeringat Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya
9. Hematemesis atau melena
10. Trombositopenia ( =100.000 per mm3)
11. Pembesaran plasma yang erathubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari:
1. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin
2. Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan
3. Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo -proteinaemia
3. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti:
1. Berwarna hitam dan belang- belang ( loreng) putih pada seluruh tubuh
2. Berkembangbiak di tempat penampungan air ( TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dll.
3. Nyamuk aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak di selokan /got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
4. Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari
5. Mampu terbang sampai 100 meter
4. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit.
5. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara ; Menguras , menutup, mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
2. Fogging atau pengasapan
3. Abatisasi
6. Pengobatan
Pengobatan terhadap penyakit ini terutama ditujukan untuk mengatasi perdarahan, mencegah/mengatasi keadaan syok/presyok dengan mengusahakan agar penderita banyak minum, bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus. Demam diusahakan diturunkan dengan kompres dingin atau antipiretika.
7. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan adalah:
• Foging dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD Positif atau ada 1 penderita DBD meninggal
• Daerah KLB/ wabah DBD
[Top]
MALARIA
1. Etiologi
Penyakit Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
2. Gejala Penyakit
Gejala klasik adalah : suatu parokisme yang terdiri dari 3 stadium, yaitu :
• Mengigil 15 - 60 menit
• Demam 2 - 6 jam
Timbul setelah penderita mengigil, demam biasanya suhu sekitar 37,5 - 40 derajat, pada penderita hiper parasitemia (> 5%) suhu meningkat sampai > 40 derajat celsius berlangsung
• Berkeringat selama 2-4 jam, timbul setelah demam terjadi akibat gangguan metabolisme.
4. Cara Penularan
Penyakit Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung parasit:
• Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika.
• Plasmodium vivax penyebab penyakit malaria tertiana
• Plasmodium malarie penyebab malaria quartiana
• Plasmodium ovale jarang ditemukan di Indonesia
Ciri-ciri penyakit malaria adalah : sewaktu mengigit akan membentuk sudut sekitar 45 derjat.
5. Siklus Parasit Malaria
Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke erotrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit
6. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan darah tepi.
7. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
• Pemberantasan Sarang Nyamuk yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
• Pemberian ikan kepala pada tempat jentik nyamuk anopheles tinggal
• Larvasasi tempat perindukan nyamuk anopheles.
• Penggunaan kelambu
• Menggunakan revelen sewaktu keluar / bekerja di luar rumah pada daerah endemis malaria.
8. Pengobatan
Pengobatan tergantung sensifitas dan jenis penyebabnya, dapat dipilih obat anti malaria yang paling tepat untuk setipa. Pengobatan terhadap penyakit ini terutama ditujukan untuk penderita malaria, masyarakat yang akan berangkat kedaerah endemis dan masyarakat yang datang dari daerah endemis.
9. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan adalah:
• Spraying dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, yaitu sekitar 20 rumah dari kasus indeks.
• Daerah KLB/ wabah DBD
[Top]
TUBERKULOSIS
1. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
2. Gejala Penyakit
Gejala penyakit tuberkulosis adalah : batuk lebih dari 3 minggu, demam, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan, berat badan menurun.
3. Cara Penularan
Penyakit ini dapat tertular kepada orang melalui udara yang mengandung kuman tbc.
4. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan dahak si penderita.
5. Pencegahan Penyakit
Pencegahan dilakukan dengan :
• Perbaikan gizi
• Pengadaan rumah sehat dengan ventilasi yang memadai.
• Perilaku hidup bersih dan sehat
6. Pengobatan
Pengobatan tergantung kepada tipe penderita (baru, do, gagal dan kambuh). Pada pemeriksaan pertama kali di Puskesmas pasien dikenai biaya administrasi, tetapi setelah diketahui pasien positip tb maka penderita tidak dikenai biaya pengobatan dan obat gratis.
7. Sistem Kewaspadaan Dini
Penderita yang positip Tb setelah pemeriksaan dahak, akan dilakukan kunjungan ke rumah penderita untuk pemeriksaan kontak serumah.
[Top]
HIV/AIDS
1. Etiologi
AIDS (Aquared Immune Defeciency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang didapat.
2. Gejala Penyakit
Gejala mayor : berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
• Diare khronis lebih dari 1 bulan
• Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
• Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
Gejala minor
• Batuk menetap lebih dari 1 bulan
• Gangguan kulit pada seluruh tubuh
• Herpes zoster berulang
• Herpes simpleks kronis
• Pembesaran kelenjar limpa
• Infeksi jamur pada alat kelamin wanita
• Jamur di sekitar mulut
3. Cara Penularan
Penyakit ini dapat tertular melalui hubungan seksual, melalui jarum suntik, ibu ke bayinya, transfusi darah.
4. Kewaspadaan Masyarakat
Untuk menghindari tertular HIV/AIDS maka masyarakat harus menghindari hubungan seks secara bebas atau memakai kondom sewaktu melakukan hubungan seksual. Bagi pemakai narkoba dengan jarum suntik, maka tidak memakai jarum suntik secara beramai-ramai.
5. Pencegahan Penyakit
Melakukan seks yang baik dan aman. Tidak menjadi pengguna narkoba Tidak melakukan transfusi darah tanpa skrining Test HIV sebelum menikah, sebelum dan setelah melahirkan. Skrining terhadap donor darah. Orang dengan HIV/AIDS tidak melakukan donor darah.
6. Pengobatan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS sejauh diketahui obat yang efektif untuk membunuh virus HIV/AIDS.
[Top]
ANTHRAX
1. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri gram positip yang disebut Bacillus anthracis, yang biasanya menyerang hewan seperti sapi, kuda, kambing, burung unta.
2. Gejala Penyakit
1. Anthrax kulit
Bila penularan melalui kulit atau selaput lendir. Timbul bercak kemerahan pada daerah kulit yang cepat berubah menjadi bintil atau benjolan yang berair dengan warna ungu kehitaman di bagian tengahnya. Kulit disekitarnya membengkak dan muncul bintil-bintil baru, kelenjar getah bening disejitarnya membesar. Benjolan bagian tengah akan mengalami necrosis dan pecah. Penderita mengalami lesu dan demam sakit kepala, mual dan muntah. Bila kuman sudah menjalar ke pembuluh darah maka akan tejadi sepsis .
2. Anthrax Paru-paru
Bila melalui udara pernafasan penderita akan mengalami demam, sakit kepala dan lemah sesak nafas. Pada pemeriksaan paru-paru menunjukkan pnemonia.
3. Anthrax Sepsis
Merupakan kelanjutan kedua bentuk diatas, atau kadang-kadang terjadi secara langsung tanpa melalui bentuk diatas. Pendedrita berkeringat, sianosis, dan syok. Pada kasus tertentu dapat mengalami radang selaput otak (meningitis haemorhagika)
3. Cara penularan.
Penyakit ini dapat tertular kepada manusia bila :
1. Mengkonsumsi makanan yang terinfeksi bakteri yang masih hidup pada daging hewan sakit yang dimasak kurang sempurna atau spora dalam daging tersebut.
2. Bersentuhan dengan bahan atau produk (daging, darah dsb) yang berasal dari hewan sakit tersebut melalui luka pada kulit sekalipun sangat kecil luka tersebut (mikroskopis).
3. Menghirup spora melalui pernafasan
4. Pencegahan
1. Membakar bagian tubuh hewan yang diduga terjangkit penyakit anthrax
2. Menghindari kontak dengan bagian/produk dari hewan yang sakit anthrax
3. Menghindari kontak dengan udara yang mengandung spora anthrax
4. Menghindari mengkomsumsi daging hewan yang sakit.
5. Pengobatan
Penderita anthrax diobati dengan anti biotik yang paling tepat untuk setiap kasus, demam diturunkan dengan kompres dingin atau dengan pemberian anti piretika
6. Kewaspadaan Dini
Bila anggota keluarga dari masyarakat atau tetangga terdekat dilingkungannya menderita penyakit dengan gejala diatas, segera dibawa ke UPK terdekat.
[Top]
DIARE
Defenisi
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari).
Faktor yang mempengaruhi diare :
Lingkungan Gizi Kependudukan
Pendidikan Sosial Ekonomi Perilaku Masyarakat
Penyebab terjadinya diare :
Peradangan usus oleh agen penyebab :
1. bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
2. Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia
3. Kurang gizi
4. Alergi terhadap susu
5. Immuno defesiensi
Cara penularan :
1. Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
Istilah diare :
Diare akut = kurang dari 2 minggu
Diare Persisten = lebih dari 2 minggu
Disentri = diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
Kholera = diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif :
Tatalaksana penderita diare di rumah
• Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
• Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
• Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
1. buang air besar makin sering dan banyak sekali
2. muntah terus menerus
3. rasa haus yang nyata
4. tidak dapat minum atau makan
5. demam tinggi
6. ada darah dalam tinja
Kriteria KLB/Diare :
- Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya.
Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
1. masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
• Pengamatan :
• pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
• Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
• Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.
• Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
• Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
• Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
• Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap
2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
1. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
2. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
3. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
4. Mengatur logistik
5. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
6. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
7. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
8. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb
[Top]
INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT (ISPA)
I. Defenisi
ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) kedalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru.
II. Klasifikasi dan Diagnosis dalam Penangulangan P2ISPA
1. Kalsifikasi Pnemonia dan bukan pnemonia Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok, yaitu :
• Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia.
• Kelompok umur <2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat dan bukan pnemonia.
2. Diagnosis Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekwensi nafas(nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekwensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah :
• pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekwensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih
• pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekwensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit atau lebih
• pada anak usia kurang 2 bulan frekwensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih.
Diagnosis pnemonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pnemonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekwensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan penmonia maka diagnosisnya adalah : batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.
III. Etiologi
1. Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.
2. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus inluenzae.
IV. Pencegahan
Pencegahan penyakit pnemonia dapat dilakukan dengan
• Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai
• Perilaku hidup bersih dan sehat
• Peningkatan gizi balita
V. Deteksi Dini oleh Masyarakat / Kader
Bila kader/masyarakat menemukan balita dalam keadaan batuk, sukar bernafas segera dibawa ke Puskesmas/UPK terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
VI. Pengobatan
Semua penderita pnemonia diberi antibiotk .
VII. Sistem Kewaspadaan Dini
Bila terjadi peningkatan kasus pada suatu wilayah segera dilakukan intervensi oleh Puskesmas dengan melakukan care seeking (kunjungan rumah) dan melakukan pengobatan.
[Top]
KUSTA
1. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi dengan tanda di kulit
2. Cara Penularan
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara yang mengandung kuman leprae yang dihirup oleh manusia atau bersentuhan langsung dengan luka penderita kusta tipe basah.
3. Jenis/Type Penyakit Kusta
1. Tipe MB (Tipe Basah), Merupakan tipe yang dapat menularkan kepada orang lain. Dengan tanda - tanda :
• Bercak keputihan atau kemerahan tersebar merata diseluruh badan.
• Dengan atau tanpa penebalan pada bercak
• Pada permukaan bercak, sering masih ada rasa bila disentuh dengan kapas.
• Tanda-tanda permulaan sering berupa penebalan kulit kemerahan pada cuping teling dan muka.
2. Tipe PB ( Tipe Kering) Tipe ini tidak menular tetapi dapat menimbulkan cacat bila tidak segera diobati. Tanda-tandanya : bercak putih seperti paru yang mati rasa, artinya bila bercak tersebut disentuh dengan kapas tidak terasa atau kurang terasa.
4. Pengobatan
Penyakit kusta dapat diobati dan bukan penyakit turunan/kutukan.
Tipe MB lama pengobatan : 12 - 18 bulan.
Tipe PB lama pengobatan : 6 - 9 bulan
Pengobatan Kusta dapat dilakukan pada Puskesmas/Rumah Sakit/ UPK yang melakukan pengobatan kusta. Semua pengobatan kusta di Puskesmas/UPK/Rumah Sakit di dapat secara gratis.
5. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat / tetangga dilingkungan tetangga terdekat menemukan gejala atau tanda penyakit tersebut diatas segera dibawa ke Puskesmas/UPK/Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan.
[Top]
LEPTOSPIROSIS
I. Defenisi
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.
II. Sumber Penularan
Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.
III. Cara Penularan
Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira. Masa inkubasi selama 4 - 19 hari.
IV. Gejala Klinis
1. Stadium Pertama
• Demam menggigil
• Sakit kepala
• Malaise
• Muntah
• Konjungtivitis
• Rasa nyeri otot betis dan punggung
• Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari
Gejala yang Kharakteristik
• Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)
• Rasa nyeri pada otot-otot
2. Stadium Kedua
• Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita
• Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama
• Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis.
• Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.
Komplikasi Leptospirosis
• Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
• Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
• Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
• Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
• Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
• Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
V. Pencegahan
Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
2. Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.
3. Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.
4. Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
5. Menjaga kebersihan lingkungan
6. Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.
7. Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.
8. Menghindari pencemaran oleh tikus.
9. Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus
10. Meningkatkan penangkapan tikus.
VI. Pengobatan
• Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline)
• Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine.
• Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%.
• Segera berobat ke dokter terdekat.
VII. Kewaspadan oleh Kader / Masyarakat.
Bila kader / masyarakat dengan gejala-gejala diatas segera membawa ke Puskesmas / UPK terdekat untuk mendapat pengobatan
VIII. Sistem Kewaspadaan Dini
Analisa data penderita Leptospirosis yang dilaporkan oleh Rumah Sakit (SARS) ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta
IX. Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dilakukan pada daerah yang penderita Leptospirosis cenderung meningkat (per jam/hari/minggu/bulan) dengan pengambulan darah bagi penderita dengan gejala demam, sekitar 20 rumah dari kasus indeks.
DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Etiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus Dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti, gejala demam, sakit otot, tulang dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening, disertai dengan eksantem, bercak-bercak merah dibawah kulit, menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler & sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian.
2. Perjalanan penyakit :
Virus masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus masuk kedalam sel-sel pembuluh darah kulit berkembangbiak disana, sel pembuluh darah pecah, virusnya lepas menyebabkan viraemia, sehingga terjadi demam karena sel-sel pembuluh darah rusak, terjadilah kebocoran dari dinding pembuluh darah & darah akan keluar dari pembuluh darah tersebut & tampak perdarahan dibawah kulit. Perdarahan dapat pula terjadi didalam mata, hidung, Lambung, usus dan lainnya. Masa inkubasi penyakit Dengue 2-8 hari. Berdasarkan gejala kliniknya, ada 3 jenis penyakit Dengue yaitu :
1. Dengue Classic (DC)
Selalu non fatal, tidak menyebabkan kematian. Pada anak terjadi gejala penyakit ringan dengan gejala demam, lesu, pusing disertai gejala-gejala alat pencernaan berupa mual dan muntah. Juga terjadi gejala pada alat pernafasan, batuk-batuk, tenggorokan merah, kemudian sembih spontan tanpa pengobatan.
Pada orang dewasa penyakitnya dapat berupa nyeri pada : otot, tulang dan sendi, tidak nafsu makan, pembengkakan kelenjar getah bening.
2. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
Mula-mula gejalanya sama dengan dengue classic, lalu pada hari ketiga atau keempat timbul gejala-gejala perdarahan, bisa berbentuk perdarahan dibawah kulit, ptechiae atau ecchymosis, perdarahan dari hidung (epistaxis) atau terjadi muntah darah (hematemesis), bisa juga terjadi perdarahan dianus dan terjadi berak darah (melena) atau perdarahan dalam conjunctiva mata. Penderita bisa sembuh atau meninggal tergantung pada tindakan pengobatan.
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Mula-mula seperti gejala dengue classic, bisa tanpa perdarahan, lalu pada hari ketiga atau keempat penderita menjadi gelisah, rasa nyeri diulu hati dan tiba-tiba terjadi shock (tidak sadarkan diri). Bila tidak cepat ditolong biasanya penderita meninggal, penderita bisa sembuh total tapi kebanyakan meninggal.
3. Kriteria Demam Berdarah Dengue
Kriteria klinik diagnosis DBD yang dikemukan oleh WHO telah dipakai sebagai patokan dalam menentukan diagnosis DBD untuk waktu lebih dari 25 tahun. Kriteria tersebut meliputi :
1. Klinis : Panas dan demam tinggi 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, adanya manifestasi perdarahan spontan ( ptechiae, ecchymosis, hematemesis, melena, epistaxis) termasuk Tourniquette Test positif, hepatomegali, disertai kegagalan sirkulasi perifer sampai renjatan.
2. Laboratorium : Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit ≥ 20% pada masa akut) dan thrombositopenia (≤ 100.000/ mm3).
Disamping itu untuk infeksi Dengue memastikannya dengan pemeriksaan :
1. Hemaglutinasi Inhibisi dengan erythrosit angsa (cara lama)
2. Memeriksa adanya Limfosit Plasma biru pada hapusan darah. (cara lama)
3. Dengue Blot. Test in vitro menggunakan antigen coated membran selulosa, positif ditandai dengan dot berwarna merah.
4. Dengan menggunakan Dengue Stik immnochromatographyassay, positif ditandai dengan 2 garis berwarna merah pada zona test dan zona kontrol.
5. Titer Ig.M dan Ig.G cara ELISA.
4. Gejala Penyakit
Gejala penyakit DBD adalah :
1. Mendadak panas tinggi selama 2 - 7 hari, tekanan darah turun, denyut nadi cepat dan lemah, tampak lemah lesu suhu badan antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih.
2. Tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang.
3. Kadang-kadang perdarahan di hidung (epistaxis / mimisan).
4. Mungkin terjadi muntah darah (Hematemesis) atau berak darah (melena)
5. Tes Torniquet positif
6. Adanya perdarahan yang petekia, ekimosis atau purpura
7. Kadang-kadang nyeri ulu hati dan mual karena terjadi perdarahan di lambung
8. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya
9. Trombositopenia ( ≤ 100.000 per mm3)
10. Perembesan plasma, erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah.
11. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin
12. Tanda-tanda perembesan plasma yaitu efusion pleura, ascites, hipoproteinaemia
5. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti:
– Berwarna hitam dan belang- belang ( loreng) putih pada seluruh tubuh.
– Berkembangbiak di tempat penampungan air ( TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dll.
– Nyamuk aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak di selokan / got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
– Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari
– Mampu terbang sampai 100 meter
6. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit.
7. Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan :
– Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara 3M ; Menguras , menutup, mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
– Fogging atau pengasapan
– Abatisasi
8. Pengobatan
Pengobatan penyakit ini terutama ditujukan mengatasi perdarahan, mencegah / mengatasi keadaan syok / presyok dengan mengusahakan agar penderita banyak minum, Demam diusahakan turun dengan kompres dingin atau antipiretika. bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus.. Secepatnya dibawa ke Puskesmas atau RS terdekat bila penderita gelisah, kaki dingin & berkeringat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.
9. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan Foging dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD Positif atau ada 1 penderita DBD meninggal dan Daerah KLB/ wabah DBD.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus Dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti, gejala demam, sakit otot, tulang dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening, disertai dengan eksantem, bercak-bercak merah dibawah kulit, menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler & sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian.
2. Perjalanan penyakit :
Virus masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus masuk kedalam sel-sel pembuluh darah kulit berkembangbiak disana, sel pembuluh darah pecah, virusnya lepas menyebabkan viraemia, sehingga terjadi demam karena sel-sel pembuluh darah rusak, terjadilah kebocoran dari dinding pembuluh darah & darah akan keluar dari pembuluh darah tersebut & tampak perdarahan dibawah kulit. Perdarahan dapat pula terjadi didalam mata, hidung, Lambung, usus dan lainnya. Masa inkubasi penyakit Dengue 2-8 hari. Berdasarkan gejala kliniknya, ada 3 jenis penyakit Dengue yaitu :
1. Dengue Classic (DC)
Selalu non fatal, tidak menyebabkan kematian. Pada anak terjadi gejala penyakit ringan dengan gejala demam, lesu, pusing disertai gejala-gejala alat pencernaan berupa mual dan muntah. Juga terjadi gejala pada alat pernafasan, batuk-batuk, tenggorokan merah, kemudian sembih spontan tanpa pengobatan.
Pada orang dewasa penyakitnya dapat berupa nyeri pada : otot, tulang dan sendi, tidak nafsu makan, pembengkakan kelenjar getah bening.
2. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
Mula-mula gejalanya sama dengan dengue classic, lalu pada hari ketiga atau keempat timbul gejala-gejala perdarahan, bisa berbentuk perdarahan dibawah kulit, ptechiae atau ecchymosis, perdarahan dari hidung (epistaxis) atau terjadi muntah darah (hematemesis), bisa juga terjadi perdarahan dianus dan terjadi berak darah (melena) atau perdarahan dalam conjunctiva mata. Penderita bisa sembuh atau meninggal tergantung pada tindakan pengobatan.
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Mula-mula seperti gejala dengue classic, bisa tanpa perdarahan, lalu pada hari ketiga atau keempat penderita menjadi gelisah, rasa nyeri diulu hati dan tiba-tiba terjadi shock (tidak sadarkan diri). Bila tidak cepat ditolong biasanya penderita meninggal, penderita bisa sembuh total tapi kebanyakan meninggal.
3. Kriteria Demam Berdarah Dengue
Kriteria klinik diagnosis DBD yang dikemukan oleh WHO telah dipakai sebagai patokan dalam menentukan diagnosis DBD untuk waktu lebih dari 25 tahun. Kriteria tersebut meliputi :
1. Klinis : Panas dan demam tinggi 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, adanya manifestasi perdarahan spontan ( ptechiae, ecchymosis, hematemesis, melena, epistaxis) termasuk Tourniquette Test positif, hepatomegali, disertai kegagalan sirkulasi perifer sampai renjatan.
2. Laboratorium : Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit ≥ 20% pada masa akut) dan thrombositopenia (≤ 100.000/ mm3).
Disamping itu untuk infeksi Dengue memastikannya dengan pemeriksaan :
1. Hemaglutinasi Inhibisi dengan erythrosit angsa (cara lama)
2. Memeriksa adanya Limfosit Plasma biru pada hapusan darah. (cara lama)
3. Dengue Blot. Test in vitro menggunakan antigen coated membran selulosa, positif ditandai dengan dot berwarna merah.
4. Dengan menggunakan Dengue Stik immnochromatographyassay, positif ditandai dengan 2 garis berwarna merah pada zona test dan zona kontrol.
5. Titer Ig.M dan Ig.G cara ELISA.
4. Gejala Penyakit
Gejala penyakit DBD adalah :
1. Mendadak panas tinggi selama 2 - 7 hari, tekanan darah turun, denyut nadi cepat dan lemah, tampak lemah lesu suhu badan antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih.
2. Tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang.
3. Kadang-kadang perdarahan di hidung (epistaxis / mimisan).
4. Mungkin terjadi muntah darah (Hematemesis) atau berak darah (melena)
5. Tes Torniquet positif
6. Adanya perdarahan yang petekia, ekimosis atau purpura
7. Kadang-kadang nyeri ulu hati dan mual karena terjadi perdarahan di lambung
8. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya
9. Trombositopenia ( ≤ 100.000 per mm3)
10. Perembesan plasma, erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah.
11. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin
12. Tanda-tanda perembesan plasma yaitu efusion pleura, ascites, hipoproteinaemia
5. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti:
– Berwarna hitam dan belang- belang ( loreng) putih pada seluruh tubuh.
– Berkembangbiak di tempat penampungan air ( TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dll.
– Nyamuk aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak di selokan / got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
– Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari
– Mampu terbang sampai 100 meter
6. Kewaspadaan Masyarakat
Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit.
7. Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan :
– Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara 3M ; Menguras , menutup, mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
– Fogging atau pengasapan
– Abatisasi
8. Pengobatan
Pengobatan penyakit ini terutama ditujukan mengatasi perdarahan, mencegah / mengatasi keadaan syok / presyok dengan mengusahakan agar penderita banyak minum, Demam diusahakan turun dengan kompres dingin atau antipiretika. bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus.. Secepatnya dibawa ke Puskesmas atau RS terdekat bila penderita gelisah, kaki dingin & berkeringat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.
9. Sistem Kewaspadaan Dini
Laporan penderita penyakit dari rumah sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE positif maka hal yang dilakukan Foging dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD Positif atau ada 1 penderita DBD meninggal dan Daerah KLB/ wabah DBD.
ANALGESIK OPIOID DAN NON OPIOID
Definisi
Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. analgesik berasal dari kata Yunani an- (“tanpa”) dan -algia (“nyeri”).
Patogenesis
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.
Penyebab timbulnya rasa nyeri :
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).
Penggolongan Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis:
1. Nyeri akut : nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi 3:
• Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja.
• Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia.
• Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll.
Acute pain of visceral origin is most often associated with inflammation.
2. Nyeri kronis: nyeri ini berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Chronic pain is often associated with diseases such as cancer and arthritis.
Pemberantasan rasa nyeri
Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris oleh anestetika lokal.
Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum.
PENGGOLONGAN ANALGETIK
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan :
1. Analgesik nonopioid, dan
2. Analgesik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.
Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. p-Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
c. Indoles and Related Compounds
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
d. Fenamates
Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.
e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.
g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.
h. Acetic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.
i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
2. Analgetik opioid
Analgetik opoid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
• Analgesik
• medullary effect
• Miosis
• immune function and Histamine
• Antitussive effect
• Hypothalamic effect
• GI effect
Efek samping yang dapat terjadi:
• Toleransi dan ketergantungan
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
• dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pada reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil.
Deskripsi Obat Analgesik opioid
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik. Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.
2. Agonis Ringan sampai sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.
3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa, mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin.
4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengobatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.
5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, G.Bertram.,2007,Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed.,The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
2. Goodman and Gilman,2006,The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
3. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/analgetic-dan-obat-obatnya/
Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. analgesik berasal dari kata Yunani an- (“tanpa”) dan -algia (“nyeri”).
Patogenesis
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.
Penyebab timbulnya rasa nyeri :
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).
Penggolongan Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis:
1. Nyeri akut : nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi 3:
• Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja.
• Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia.
• Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll.
Acute pain of visceral origin is most often associated with inflammation.
2. Nyeri kronis: nyeri ini berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Chronic pain is often associated with diseases such as cancer and arthritis.
Pemberantasan rasa nyeri
Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris oleh anestetika lokal.
Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum.
PENGGOLONGAN ANALGETIK
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan :
1. Analgesik nonopioid, dan
2. Analgesik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.
Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. p-Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
c. Indoles and Related Compounds
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
d. Fenamates
Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.
e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.
g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.
h. Acetic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.
i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
2. Analgetik opioid
Analgetik opoid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
• Analgesik
• medullary effect
• Miosis
• immune function and Histamine
• Antitussive effect
• Hypothalamic effect
• GI effect
Efek samping yang dapat terjadi:
• Toleransi dan ketergantungan
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
• dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pada reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil.
Deskripsi Obat Analgesik opioid
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik. Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.
2. Agonis Ringan sampai sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.
3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa, mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin.
4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengobatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.
5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, G.Bertram.,2007,Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed.,The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
2. Goodman and Gilman,2006,The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
3. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/analgetic-dan-obat-obatnya/
SKIZOFRENIA
Pendahuluan
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality).
Gangguan Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Menurut Maramis (1994), faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya Skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia, dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8%, bagi saudara kandung 7 – 15%, bagi anak dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7 – 16%, bila kedua orang tua menderita Skizofrenia 40 – 68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 – 15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu klimakterium.
c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortex otak.
e. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah tetapi merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Terjadi kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
g. Eugen Bleuler
Skizofrenia, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
h. Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lesi otak, arterosklerosa otak dan penyakit yang lain belum diketahui.
i. Skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatik, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan psikogenik.
GEJALA KLINIS SKIZOFRENIA
Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah mempunyai cirri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun).
Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya.
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejala positif. Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
2. Gejala-gejala negative. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.
JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Penderita skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Adapun pembagian skizofrenia (Maramis, 1994) adalah sebagai berikut :
a. Skizofrenia simplex : sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses pikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
b. Skizofrenia hebefrenik : permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Waham dan halusinasi banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik : timbulnya pertama kali antara umur 15 – 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia paranoid : gejala-gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai waham-waham sekunder dan halusinasi. Pada pemeriksaan yang teliti adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut : gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dank lien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadrn mungkin berkabut.
f. Skizofrenia residual ialah keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primer, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
g. Skizo-afektif ; gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.
TERAPI (PENGOBATAN) SKIZOFRENIA
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun negatif skizofrenia.
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5) Tidak menyebabkan kantuk.
6) Memperbaiki pola tidur.
7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol, Serenace).
Mekanisme kerja :
Obat ini disebut obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan).
Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral. Obat-obatan ini tampaknyamengurangi masukan sensorik pada sistem retikuler, sehingga informasi tidak mencapai cortex cerebral.
Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk meredakan gejala schizophrenia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut bukan untuk penyembuhan menyeluruh. Kebanyakan pasien harus melanjutkannya dengan perbaikan dosis pengobatan agardapat berfungsi di luar rumah sakit
Efek samping :
Efek penggunaan obat-obatan antipsikotik tersebut memiliki dampak sampingan yang kurang menyenangkan, yaitu mulut kering, pendangan mengabur, sulit berkonsentrasi, tekanan darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkann gerakan mulut dan dagu yang tidak disengaja.
a.Chlorpromazine
Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi obat lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan suntik.
b.Fluphenazine
Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek samping kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat menyebabkan depresi. Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.
c.Haloperidol
Merupakan golongan Butirofenon, obat Skizoprenia ini berguna untuk menenangkan keadaan mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi Fenotiazin.
Pemakaian bersamaan dengan Litium dan Fluoxetine dapat meningkatkan kadar obat Haloperidol dalam darah.
d.Levomepromazine/methotrimeprazine
Merupakan senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah dengan efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada pasien berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan darahnya.
e.Pimozide
Pimozide adalah turunan Diphenylbutylpiperidine dengan kegunaan neuroleptiknya untuk menangani Skizoprenia kronis. Obat Pimozide tidak memberikan efek sedasi dan dapat diberikan dalam satu kali pemakaian sehari.
Mekanisme kerja dari Pimozide berhubungan dengan aksi kerjanya pada reseptor aminergik pusat. Obat ini mempunyai kemampuan secara selektif untuk memblokade reseptor Dompaminergik pusat, meskipun pada dosisi tinggi mempengaruhi perubahan Norepineprin
f.Prochlorperazine
Prochlorperazine merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara memblok reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak. Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa seperti Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk mengatasi rasa cemas dan mania yang akut.
g.Thioridazine
Thioridazine merupakan turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan detak jantung tak menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam pemakainnya. Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum menggunakan obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak merespon dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hala yang anda perlu tahu. Minum obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.
h.Trifluoperazine (Stelazine)
Trifluoperazine merupakan turunan Fenotiazine, tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.
i.Aripiprazole
Obat ini dilisensikan di Inggris untuk digunakan sebagai obat Skizoprenia pada bulan Juni 2004. dalam penelitian obat ini efektif untuk mngurangi gejala-gejala Skizoprenia dengan efek samping lebih kecil dibanding Haloperidol. Obat ini juga tidak menyebabkan berat badan naik seperti obat antipsikotik lainnya.
2. Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
Cara kerja obat
Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.
Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif.
Waktu paruh (T½) eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam. Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
EFEK SAMPING
•Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.
•Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain.
•Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.
•Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan.
•Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.
•Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan amenorrhoea.
•Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-kadang terjadi.
•Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi.
•Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan.
INTERAKSI OBAT
•Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.
•Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.
•Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
•Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.
•Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Maramis, W.F. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press
3. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. skizofrenia/detail.php.htm
5. skizofrenia/SCHIZOPHRENIA « Idmgarut’s Blog.htm
6. skizofrenia/skizofrenia-1.html
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality).
Gangguan Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Menurut Maramis (1994), faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya Skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia, dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8%, bagi saudara kandung 7 – 15%, bagi anak dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7 – 16%, bila kedua orang tua menderita Skizofrenia 40 – 68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 – 15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu klimakterium.
c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortex otak.
e. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah tetapi merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Terjadi kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
g. Eugen Bleuler
Skizofrenia, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
h. Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lesi otak, arterosklerosa otak dan penyakit yang lain belum diketahui.
i. Skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatik, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan psikogenik.
GEJALA KLINIS SKIZOFRENIA
Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah mempunyai cirri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun).
Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya.
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejala positif. Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
2. Gejala-gejala negative. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.
JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Penderita skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Adapun pembagian skizofrenia (Maramis, 1994) adalah sebagai berikut :
a. Skizofrenia simplex : sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses pikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
b. Skizofrenia hebefrenik : permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Waham dan halusinasi banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik : timbulnya pertama kali antara umur 15 – 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia paranoid : gejala-gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai waham-waham sekunder dan halusinasi. Pada pemeriksaan yang teliti adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut : gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dank lien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadrn mungkin berkabut.
f. Skizofrenia residual ialah keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primer, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
g. Skizo-afektif ; gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.
TERAPI (PENGOBATAN) SKIZOFRENIA
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun negatif skizofrenia.
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5) Tidak menyebabkan kantuk.
6) Memperbaiki pola tidur.
7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol, Serenace).
Mekanisme kerja :
Obat ini disebut obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan).
Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral. Obat-obatan ini tampaknyamengurangi masukan sensorik pada sistem retikuler, sehingga informasi tidak mencapai cortex cerebral.
Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk meredakan gejala schizophrenia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut bukan untuk penyembuhan menyeluruh. Kebanyakan pasien harus melanjutkannya dengan perbaikan dosis pengobatan agardapat berfungsi di luar rumah sakit
Efek samping :
Efek penggunaan obat-obatan antipsikotik tersebut memiliki dampak sampingan yang kurang menyenangkan, yaitu mulut kering, pendangan mengabur, sulit berkonsentrasi, tekanan darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkann gerakan mulut dan dagu yang tidak disengaja.
a.Chlorpromazine
Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi obat lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan suntik.
b.Fluphenazine
Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek samping kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat menyebabkan depresi. Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.
c.Haloperidol
Merupakan golongan Butirofenon, obat Skizoprenia ini berguna untuk menenangkan keadaan mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi Fenotiazin.
Pemakaian bersamaan dengan Litium dan Fluoxetine dapat meningkatkan kadar obat Haloperidol dalam darah.
d.Levomepromazine/methotrimeprazine
Merupakan senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah dengan efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada pasien berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan darahnya.
e.Pimozide
Pimozide adalah turunan Diphenylbutylpiperidine dengan kegunaan neuroleptiknya untuk menangani Skizoprenia kronis. Obat Pimozide tidak memberikan efek sedasi dan dapat diberikan dalam satu kali pemakaian sehari.
Mekanisme kerja dari Pimozide berhubungan dengan aksi kerjanya pada reseptor aminergik pusat. Obat ini mempunyai kemampuan secara selektif untuk memblokade reseptor Dompaminergik pusat, meskipun pada dosisi tinggi mempengaruhi perubahan Norepineprin
f.Prochlorperazine
Prochlorperazine merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara memblok reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak. Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa seperti Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk mengatasi rasa cemas dan mania yang akut.
g.Thioridazine
Thioridazine merupakan turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan detak jantung tak menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam pemakainnya. Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum menggunakan obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak merespon dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hala yang anda perlu tahu. Minum obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.
h.Trifluoperazine (Stelazine)
Trifluoperazine merupakan turunan Fenotiazine, tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.
i.Aripiprazole
Obat ini dilisensikan di Inggris untuk digunakan sebagai obat Skizoprenia pada bulan Juni 2004. dalam penelitian obat ini efektif untuk mngurangi gejala-gejala Skizoprenia dengan efek samping lebih kecil dibanding Haloperidol. Obat ini juga tidak menyebabkan berat badan naik seperti obat antipsikotik lainnya.
2. Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
Cara kerja obat
Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.
Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif.
Waktu paruh (T½) eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam. Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
EFEK SAMPING
•Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.
•Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain.
•Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.
•Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan.
•Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.
•Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan amenorrhoea.
•Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-kadang terjadi.
•Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi.
•Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan.
INTERAKSI OBAT
•Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.
•Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.
•Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
•Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.
•Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Maramis, W.F. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press
3. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. skizofrenia/detail.php.htm
5. skizofrenia/SCHIZOPHRENIA « Idmgarut’s Blog.htm
6. skizofrenia/skizofrenia-1.html
Elektron Kulit Terluar Dari Sebuah Unsur
Ada sebuah unsur kimia, sebut saja unsur X. Sebagaimana unsur yang lainnya, X terdiri dari inti dan kulit yang mengelilinginya. Di inti terdapat neuron dan proton, sedang di tiap kulitnya terdapat electron dengan tingkatan energy yang berbeda-beda.
Unsur ini hanya memiliki empat kulit dan di setiap kulit itu terdapat sejumlah electron. Di kulit pertama yang paling dekat dengan inti terdapat enam electron, kulit kedua juga enam, dan kulit ketiga ada delapan electron. Karena unsur ini bukan termasuk gas mulia (golongan VIII A), maka ia selalu melepas ataupun menerima electron di kulit terluarnya agar konfigurasinya bisa stabil seperti yang dimiliki oleh si gas mulia itu (memiliki 2 atau 8 elektron di kulit terluarnya).
Dalam kimia unsur, ada dua kaidah yang salah satunya harus dipenuhi oleh sebuah unsur agar stabil. Kaidah itu bernama duplet dan oktet. Melihat situasi dan kondisi dari unsur X ini, maka kaidah yang paling mungkin dipenuhinya adalah kaidah oktet (memiliki 8 elektron di kulit terluarnya).
Aku sendiri adalah sebuah elektron yang terdapat di kulit terluar dari unsur X ini. Nah, sebagaimana yang kita ketahui pada sifat unsur, semakin jauh jarak electron dari inti, maka semakin sedikit energy yang diperolehnya dan semakin lemah tarikan inti terhadapnya. Sehingga kemungkinan elektron ini untuk lepas sangat besar.
Lepasnya electron ini mungkin saja disebabkan karena adanya ikatan yang lebih kuat dari unsur lain yang juga berusaha untuk mencapai keadaan stabil. Atau mungkin disebabkan oleh kemungkinan-kemungkinan lain yang hingga saat ini tak juga kumengerti.
Di kulit terluar yang sedang kutempati ini, terdapat orbital-orbital atau bahasa gampangnya ruangan-ruangan di mana tiap orbitalnya ditempati oleh maksimal dua electron, begitu pula di kulit-kulit yang lainnya. Dulu, tepatnya tanggal 8 Mei 2010, di kulit terluar ini terdapat 15 orbital (sangat tidak masuk akal bagi sebuah unsur, tapi biarlah, karena ini hanya sebuah analogi). Itu artinya, terdapat 30 elektron. Saat ini, 15 Agustus 2010, sekitar empat bulan setelah pertemuan electron-elektron itu, hanya tersisa sekitar 11 elektron. Ke mana perginya electron yang lain???
Seperti yang kukatakan sebelumnya, banyak hal yang membuat electron-elektron itu terlepas satu demi satu. Tarikan yang lemah dari inti karena jarak atau jari-jari yang terlalu besar, energy yang diperoleh sangat sedikit, atau adanya tarikan yang lebih kuat dari unsur lainnya adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.
11 elektron yang masih kekeh berada di kulit terluar itu bisa saja mereduksi. Bisa saja, mereka juga mengalami apa yang telah dialami oleh elektron lainnya yang kini telah tereksitasi keluar dari unsur X ini. Tidak terkecuali aku. Meskipun aku yakin kemungkinan mereduksi itu pasti akan terjadi agar unsur ini tetap berada dalam keadaan stabil, hanya memiliki 8 elektron di kulit terluarnya.
Namun, untuk rekan-rekan electron kulit terluar lainnya, satu hal yang masih bisa menjadi spirit adalah harga yang terlalu murah dari sebuah kata ‘mundur’, ‘berhenti’, ‘menyerah’, atau apapun redaksi katanya. Sekali lagi, harga yang terlampau murah untuk membayar waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan hal lainnya yang selama ini telah rela kalian sisihkan demi mendapat sedikit energy dari inti unsur X ini. Kalaupun ada unsur lain yang menawarkan energy yang lebih besar dari unsur yang kini kita tempati, ingatlah elektron-elektron lain yang selama ini bersama-sama denganmu berputar mengelilingi inti….
[Catatan hati dari sebuah electron kulit terluar]
Unsur ini hanya memiliki empat kulit dan di setiap kulit itu terdapat sejumlah electron. Di kulit pertama yang paling dekat dengan inti terdapat enam electron, kulit kedua juga enam, dan kulit ketiga ada delapan electron. Karena unsur ini bukan termasuk gas mulia (golongan VIII A), maka ia selalu melepas ataupun menerima electron di kulit terluarnya agar konfigurasinya bisa stabil seperti yang dimiliki oleh si gas mulia itu (memiliki 2 atau 8 elektron di kulit terluarnya).
Dalam kimia unsur, ada dua kaidah yang salah satunya harus dipenuhi oleh sebuah unsur agar stabil. Kaidah itu bernama duplet dan oktet. Melihat situasi dan kondisi dari unsur X ini, maka kaidah yang paling mungkin dipenuhinya adalah kaidah oktet (memiliki 8 elektron di kulit terluarnya).
Aku sendiri adalah sebuah elektron yang terdapat di kulit terluar dari unsur X ini. Nah, sebagaimana yang kita ketahui pada sifat unsur, semakin jauh jarak electron dari inti, maka semakin sedikit energy yang diperolehnya dan semakin lemah tarikan inti terhadapnya. Sehingga kemungkinan elektron ini untuk lepas sangat besar.
Lepasnya electron ini mungkin saja disebabkan karena adanya ikatan yang lebih kuat dari unsur lain yang juga berusaha untuk mencapai keadaan stabil. Atau mungkin disebabkan oleh kemungkinan-kemungkinan lain yang hingga saat ini tak juga kumengerti.
Di kulit terluar yang sedang kutempati ini, terdapat orbital-orbital atau bahasa gampangnya ruangan-ruangan di mana tiap orbitalnya ditempati oleh maksimal dua electron, begitu pula di kulit-kulit yang lainnya. Dulu, tepatnya tanggal 8 Mei 2010, di kulit terluar ini terdapat 15 orbital (sangat tidak masuk akal bagi sebuah unsur, tapi biarlah, karena ini hanya sebuah analogi). Itu artinya, terdapat 30 elektron. Saat ini, 15 Agustus 2010, sekitar empat bulan setelah pertemuan electron-elektron itu, hanya tersisa sekitar 11 elektron. Ke mana perginya electron yang lain???
Seperti yang kukatakan sebelumnya, banyak hal yang membuat electron-elektron itu terlepas satu demi satu. Tarikan yang lemah dari inti karena jarak atau jari-jari yang terlalu besar, energy yang diperoleh sangat sedikit, atau adanya tarikan yang lebih kuat dari unsur lainnya adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.
11 elektron yang masih kekeh berada di kulit terluar itu bisa saja mereduksi. Bisa saja, mereka juga mengalami apa yang telah dialami oleh elektron lainnya yang kini telah tereksitasi keluar dari unsur X ini. Tidak terkecuali aku. Meskipun aku yakin kemungkinan mereduksi itu pasti akan terjadi agar unsur ini tetap berada dalam keadaan stabil, hanya memiliki 8 elektron di kulit terluarnya.
Namun, untuk rekan-rekan electron kulit terluar lainnya, satu hal yang masih bisa menjadi spirit adalah harga yang terlalu murah dari sebuah kata ‘mundur’, ‘berhenti’, ‘menyerah’, atau apapun redaksi katanya. Sekali lagi, harga yang terlampau murah untuk membayar waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan hal lainnya yang selama ini telah rela kalian sisihkan demi mendapat sedikit energy dari inti unsur X ini. Kalaupun ada unsur lain yang menawarkan energy yang lebih besar dari unsur yang kini kita tempati, ingatlah elektron-elektron lain yang selama ini bersama-sama denganmu berputar mengelilingi inti….
[Catatan hati dari sebuah electron kulit terluar]
Isu Adanya Pembangunan Tunggal
Mahasiswa mengeluhkan fasilitas di fakultasnya. Khusus medis kompleks, secara kasat mata area ini dianggap sebagai anak emas dalam upaya pembangunan.
“Perbaiki AC…!! Jangan hanya dipajang” tulisan itu dibuat indah dengan corak hitam gelap. Disampingnya terdapat pula tulisan “WC bau, rusak, tidak ada airnya, bubarkan fakultas!!” warnanya juga hitam namun sedikit lebih acak dibanding tulisan disebelahnya. Ini bukan sekedar tulisan. Coretan-coretan ini adalah bentuk protes mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE).
Tak hanya persoalan toilet atau Air Conditioner (AC), sejak pertengahan Desember silam, sejumlah ruangan FE pun tidak lagi mendapatkan aliran listrik. Akses internet mengalami kelumpuhan di area kantin hingga himpunan. Inilah gambaran fasilitas umum di Fakultas Ekonomi, Selasa (4/01). “Ada diskriminasi pembangunan,” keluh Nova, salah seorang mahasiswi FE.
Beralih ke Fakultas Ilmu Budaya (FIB), senada kondisi di FE, fakultas ini pun kerap dijumpai tulisan-tulisan yang menuntut perbaikan fasilitas. Toilet tak dapat digunakan, AC hanya sekedar pajangan di ruang kuliah, hingga ruang perkuliahan yang tak memadai menjadi keluhan yang kerap terdengar di kalangan mahasiswa. Uun Muhlis Saputra, Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Angkatan 2008 juga mengeluhkan hal itu. “Ruangan kelas ada yang tidak memadai, sehingga terkadang kita mengambil kursi dan duduk di luar pintu kelas,” tuturnya, Selasa (4/01).
Berbagai keluhan terkait masalah fasilitas juga sering terdengar dari mahasiswa eksakta. Januar, Mahasiswa Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) juga mengeluhkan alat praktikum seperti mikroskop yang terdapat di lab Biologi Laut sangat minim. Menurutnya, seharusnya untuk dua orang mahasiswa menggunakan satu buah mikroskop. Namun, untuk 40 praktikan hanya disediakan dua buah mikroskop. Hal inilah yang sering menghambat kegiatan praktikum maupun penelitian di lab FIKP. Tak hanya itu, mahasiswa juga mengeluhkan biaya penyewaan tabung dan alat menyelam yang dipakai untuk tiap kali penyelaman sebesar Rp 20 ribu per alat.
Kondisi yang lebih ironi dialami oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), khususnya Jurusan Biologi. Selain alat praktikum yang dibutuhkan tidak lengkap, keterbatasan bahan pun membuat mahasiswa harus rela merogoh kocek untuk membeli bahan di Lab Kimia. Akibatnya, laporan yang dibuat “asal-asalan” karena tidak maksimalnya proses praktikum. “Karena proses praktikum yang tidak maksimal, maka contoh laporan (colap) pun menjadi alternatif dalam penulisan laporan,” ungkap Tina (samaran), mahasiswi Jurusan Biologi Angkatan 2008.
Pemandangan berbeda terlihat di medis kompleks (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, red). Ruangan kuliah yang dilengkapi dengan AC, LCD, dan speaker, serta kursi yang empuk di Fakultas Kedokteran (FK) membuat kegiatan perkuliahan berjalan maksimal. Mahasiswa pun lebih nyaman saat mengikuti perkuliahan di fakultas ini. Hampir tak ada keluhan yang terlontar dari mereka. Demikian pula yang diungkapkan oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). “
Gambaran kondisi ini menjadi cerita panjang dari rentetan masalah pemerataan pembangunan fisik maupun kelengkapan fasilitas yang ada di tiap fakultas. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan riak-riak kecemburuan di kalangan mahasiswa yang selama ini menggunakan fasilitas yang terbatas. “Pembangunan seakan lebih condong pada area medis kompleks,” keluh Ismi, Mahasiswi Teknik Kelautan.
Menanggapi keluhan itu, Rektor Unhas Prof Dr dr Idrus Patturusi SpB SpBO mengatakan, pembangunan di universitas tidak hanya di medis kompleks. “Kalaupun pembangunan dan fasilitas di FK terlihat lebih maju dan lengkap, hal itu kembali pada pengelolaan di FK sendiri,” paparnya. Bahkan, berdasarkan penuturan Idrus, setiap tahunnya FK mensubsidi sejumlah pembangunan di fakultas lain, seperti pembangunan Industrial Buiding, Teaching Farm, Aula Mattuladda FIB, dan sebagainya, ujarnya saat ditemui di ruangannya, Rabu (5/01).
Saat dimintai tanggapannya, Dr Ir Khusnul Yakin MSc selaku pengamat pendidikan mengatakan bahwa bidang-bidang ilmu multidisiplin juga mesti diperhatikan pengembangannya. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi salah satu lab yang terdapat di Jurusan Perikanan, yaitu lab Pengelolaan Lingkungan Perairan, yang saat ini tak lagi beratap.
Lagi menurutnya, terkait lab, ia membenarkan belum terciptanya atmosfer pendidikan yang baik. Khusnul mengungkapkan, belum ada satupun lab yang terstandardisasi, selain lab yang digunakan di FK. Hal ini, tambahnya, secara tidak langsung menimbulkan kesenjangan antar fakultas. “Seharusnya, pembangunan tidak hanya difokuskan pada satu atau beberapa fakultas saja, tapi interkoneksitas antar fakultas juga mesti dikembangkan,” jelasnya saat dihubungi via telepon. (Sym,Dil/Arm)
“Perbaiki AC…!! Jangan hanya dipajang” tulisan itu dibuat indah dengan corak hitam gelap. Disampingnya terdapat pula tulisan “WC bau, rusak, tidak ada airnya, bubarkan fakultas!!” warnanya juga hitam namun sedikit lebih acak dibanding tulisan disebelahnya. Ini bukan sekedar tulisan. Coretan-coretan ini adalah bentuk protes mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE).
Tak hanya persoalan toilet atau Air Conditioner (AC), sejak pertengahan Desember silam, sejumlah ruangan FE pun tidak lagi mendapatkan aliran listrik. Akses internet mengalami kelumpuhan di area kantin hingga himpunan. Inilah gambaran fasilitas umum di Fakultas Ekonomi, Selasa (4/01). “Ada diskriminasi pembangunan,” keluh Nova, salah seorang mahasiswi FE.
Beralih ke Fakultas Ilmu Budaya (FIB), senada kondisi di FE, fakultas ini pun kerap dijumpai tulisan-tulisan yang menuntut perbaikan fasilitas. Toilet tak dapat digunakan, AC hanya sekedar pajangan di ruang kuliah, hingga ruang perkuliahan yang tak memadai menjadi keluhan yang kerap terdengar di kalangan mahasiswa. Uun Muhlis Saputra, Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Angkatan 2008 juga mengeluhkan hal itu. “Ruangan kelas ada yang tidak memadai, sehingga terkadang kita mengambil kursi dan duduk di luar pintu kelas,” tuturnya, Selasa (4/01).
Berbagai keluhan terkait masalah fasilitas juga sering terdengar dari mahasiswa eksakta. Januar, Mahasiswa Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) juga mengeluhkan alat praktikum seperti mikroskop yang terdapat di lab Biologi Laut sangat minim. Menurutnya, seharusnya untuk dua orang mahasiswa menggunakan satu buah mikroskop. Namun, untuk 40 praktikan hanya disediakan dua buah mikroskop. Hal inilah yang sering menghambat kegiatan praktikum maupun penelitian di lab FIKP. Tak hanya itu, mahasiswa juga mengeluhkan biaya penyewaan tabung dan alat menyelam yang dipakai untuk tiap kali penyelaman sebesar Rp 20 ribu per alat.
Kondisi yang lebih ironi dialami oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), khususnya Jurusan Biologi. Selain alat praktikum yang dibutuhkan tidak lengkap, keterbatasan bahan pun membuat mahasiswa harus rela merogoh kocek untuk membeli bahan di Lab Kimia. Akibatnya, laporan yang dibuat “asal-asalan” karena tidak maksimalnya proses praktikum. “Karena proses praktikum yang tidak maksimal, maka contoh laporan (colap) pun menjadi alternatif dalam penulisan laporan,” ungkap Tina (samaran), mahasiswi Jurusan Biologi Angkatan 2008.
Pemandangan berbeda terlihat di medis kompleks (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, red). Ruangan kuliah yang dilengkapi dengan AC, LCD, dan speaker, serta kursi yang empuk di Fakultas Kedokteran (FK) membuat kegiatan perkuliahan berjalan maksimal. Mahasiswa pun lebih nyaman saat mengikuti perkuliahan di fakultas ini. Hampir tak ada keluhan yang terlontar dari mereka. Demikian pula yang diungkapkan oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). “
Gambaran kondisi ini menjadi cerita panjang dari rentetan masalah pemerataan pembangunan fisik maupun kelengkapan fasilitas yang ada di tiap fakultas. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan riak-riak kecemburuan di kalangan mahasiswa yang selama ini menggunakan fasilitas yang terbatas. “Pembangunan seakan lebih condong pada area medis kompleks,” keluh Ismi, Mahasiswi Teknik Kelautan.
Menanggapi keluhan itu, Rektor Unhas Prof Dr dr Idrus Patturusi SpB SpBO mengatakan, pembangunan di universitas tidak hanya di medis kompleks. “Kalaupun pembangunan dan fasilitas di FK terlihat lebih maju dan lengkap, hal itu kembali pada pengelolaan di FK sendiri,” paparnya. Bahkan, berdasarkan penuturan Idrus, setiap tahunnya FK mensubsidi sejumlah pembangunan di fakultas lain, seperti pembangunan Industrial Buiding, Teaching Farm, Aula Mattuladda FIB, dan sebagainya, ujarnya saat ditemui di ruangannya, Rabu (5/01).
Saat dimintai tanggapannya, Dr Ir Khusnul Yakin MSc selaku pengamat pendidikan mengatakan bahwa bidang-bidang ilmu multidisiplin juga mesti diperhatikan pengembangannya. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi salah satu lab yang terdapat di Jurusan Perikanan, yaitu lab Pengelolaan Lingkungan Perairan, yang saat ini tak lagi beratap.
Lagi menurutnya, terkait lab, ia membenarkan belum terciptanya atmosfer pendidikan yang baik. Khusnul mengungkapkan, belum ada satupun lab yang terstandardisasi, selain lab yang digunakan di FK. Hal ini, tambahnya, secara tidak langsung menimbulkan kesenjangan antar fakultas. “Seharusnya, pembangunan tidak hanya difokuskan pada satu atau beberapa fakultas saja, tapi interkoneksitas antar fakultas juga mesti dikembangkan,” jelasnya saat dihubungi via telepon. (Sym,Dil/Arm)
Wajah Baru Bernama PP No 66 Tahun 2010
Belum genap setahun UU BHP dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Konstitusi. Kini, muncul tampilan baru BHP dengan sedikit modifikasi.
Masih segar di ingatan kita, perjuangan sejumlah kelompok mahasiswa menolak Undang-Undang (UU) tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada 31 Maret 2010 silam akhirnya berbuah manis. Mahkamah konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU BHP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, ini tak berlangsung lama. Pemerintah pun tak kehabisan akal. BHP, dalam jangka waktu yang relatif singkat disulap menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 dan diperbaharui melalui PP No 66 tahun 2010.
Mengapa PP No 66 ini patut menjadi perhatian sivitas akademika? Lahirnya PP No 66 Tahun 2010 ini sebagai perubahan atas PP No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jika dibandingkan dengan UU BHP, hanya terdapat sedikit perubahan dalam PP ini, yakni pada sistem tata kelola keuangan. Hal inilah yang mulai dikaji oleh sejumlah aktivis mahasiswa.
Terdapat sejumlah kejanggalan yang ditemukan dengan hadirnya PP No 66 ini. Aturan baru ini pun dianggap tak memiliki landasan hukum yang jelas. Secara hukum, Saifuddin Al Mughny SSos SH MHum, Pembantu Rektor III Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) mengungkapkan, PP merupakan aturan teknis dari sebuah UU. “Jika payung hukum dari PP ini (BHP, red) telah ditolak, maka aturan teknis yang ada di bawahnya secara otomatis juga cacat hukum,” ungkapnya, Rabu (2/2). PP ini, tambahnya, hanya mengaburkan keputusan tentang BHP. Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah BHP benar-benar telah dibatalkan, ataukah hanya sekadar formalitas belaka?
Mengenai alasan penolakan terhadap BHP, Kurniawan Sabar, mahasiswa Pascasarjana Unhas Jurusan Komunikasi Pendidikan menambahkan, “Salah satu alasan BHP ditolak karena merupakan aturan khusus yang bertentangan dengan aturan umum yaitu UU Dasar (UUD) 1945.”
Dalam UUD 1945 tercantum “turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian, di batang tubuhnya terdapat pasal yang menyebutkan “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak”. BHP dianggap mengancam akses masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini karena tata kelola keuangan yang mirip dengan sistem perusahaan, di mana akan ada investor yang menanamkan sahamnya. Untuk mengembalikan modal saham itu, akhirnya mahasiswa pun dibebankan biaya pendidikan yang semakin mahal, tegas Kurniawan saat ditemui di Gedung Pascasarjana Unhas, Selasa (1/2).
Secara khusus, Kurniawan menambahkan, BHP dan ‘anak-anaknya’ termasuk PP No 66 ini akan mengancam keragaman pendidikan yang ada di Indonesia. Semua bentuk pendidikan, baik formal maupun informal yang dibentuk pemerintah ataupun swasta harus dalam bentuk BHP. Artinya, menyerahkan semua ‘warna’ pendidikan yang ada di Indonesia pada mekanisme pasar yang kuat. Mekanisme lain seperti kurikulum, keuangan dan yang lainnya pun diseragamkan.
Memang terjadi perubahan dalam pengelolaan satuan pendidikan Pada pasal 49 ayat 2 PP No 66 tahun 2010, yakni berdasarkan prinsip nirlaba. Berarti, tujuan utamanya tidak mencari keuntungan. Namun, di pasal lain, yakni pasal 220B, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tercantum dalam Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dalam pengelolaan keuangannya harus tunduk pada UU Keuangan melalui Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PKBLU) atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ditambah lagi dengan pasal 58F ayat 3, dinyatakan adanya tarif pada setiap layanan pendidikan. Hal ini berarti, menyamakan PTN dengan badan usaha yang bisa mencari laba. Dari sini, ditemukan hal yang bersifat kontradiktif dalam pasal yang ada pada PP No 66 ini.
Tak hanya itu, bentuk ‘meliberalkan pendidikan’ pun ditemukan dalam PP ini. Menurut Saifuddin, PP No 66 ini hanyalah ‘anak kandung’ dari UU BHP yang bersifat neoliberalis. Saifuddin beranggapan, PP ini sebagai liberalisasi sektor pendidikan, dapat memarginalkan masyarakat kecil yang memiliki potensi untuk lanjut sekolah maupun kuliah. Jika PP ini diterapkan, biaya pendidikan akan mahal dan subsidi pemerintah untuk sektor pendidikan berkurang.
Dalam PP baru ini, juga disebutkan kewajiban PTN untuk menerima minimal 20 persen mahasiswa baru (maba) yang berkebatasan ekonomi, namun memiliki otak cemerlang. Menanggapi hal ini, Saifuddin mengaku pesimis. Menurutnya, hal ini tidak akan ditemukan pada persoalan regulasi. UU telah menetapkan, sepertiga dari biaya pendidikan ditanggung orang tua mahasiswa. Sementara, jika tak ada lagi subsidi dari pemerintah, peningkatan biaya pendidikan jadi jalan alternatif. Imbasnya, kelompok borjuasi mungkin dapat bertahan. Namun, bagi mahasiswa yang kurang mampu secara tidak langsung akan tereliminasi dari kehidupan kampus.
Hal lain yang juga digadang dalam PP ini adalah keharusan PTN untuk menerima 60 persen mahasiswa dari seleksi nasional (SNMPTN). 20 persen dari masyarakat kurang mampu sudah termasuk di dalamnya. Namun, adanya ketidakjelasan regulasi bagi 40 persen maba yang diterima di luar SNMPTN, menjadi pertanyaan yang muncul setelahnya.
Lahirnya PP No 66 Tahun 2010 yang tak lain perpanjangan dari BHP, harusnya cukup mampu mengetuk ‘pintu kamar’ lembaga mahasiswa yang kini ‘tertidur lelap’. Jika dulu, lembaga kian gencarnya menunjukkan ‘gigi taring’ penolakan BHP, lalu apa bedanya dengan PP ini?
Ironisnya, saat ditanya mengenai PP ini, hampir sebagian besar pengurus lembaga mahasiswa (lema) mengaku tak paham, bahkan tak tahu. Sibuk mengurusi masalah internal lembaga pun menjadi alasan pamungkas. “Pergerakan di Unhas memang terlihat agak vakum,” tutur Zulkifli, Sekretaris Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya.
Belum terbentuknya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas di Unhas, juga menjadi kendala yang dialami lema Universitas Negeri Makassar (UNM) untuk melakukan konsolidasi terkait masalah ini. Pertengahan Januari lalu, sejumlah aktivis mahasiswa UNM berkunjung ke Unhas untuk mengkaji PP ini. Namun, karena tak ada lembaga yang menaungi semua lema fakultas di Unhas, pertemuan itu tak membuahkan hasil.
Kini, tinggal menunggu sikap dari kalangan yang peduli terhadap nasib pendidikan bangsa ini. Jangan sampai, mereka yang dulunya berada di barisan terdepan menolak BHP, hanyut pada euforia kebanggaan akan batalnya BHP. Di akhir wawancara, Saifuddin menegaskan, “yang kita butuhkan adalah revolusi pendidikan, bukan revolusi UU.” (Sym/Tra)
Masih segar di ingatan kita, perjuangan sejumlah kelompok mahasiswa menolak Undang-Undang (UU) tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada 31 Maret 2010 silam akhirnya berbuah manis. Mahkamah konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU BHP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, ini tak berlangsung lama. Pemerintah pun tak kehabisan akal. BHP, dalam jangka waktu yang relatif singkat disulap menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 dan diperbaharui melalui PP No 66 tahun 2010.
Mengapa PP No 66 ini patut menjadi perhatian sivitas akademika? Lahirnya PP No 66 Tahun 2010 ini sebagai perubahan atas PP No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jika dibandingkan dengan UU BHP, hanya terdapat sedikit perubahan dalam PP ini, yakni pada sistem tata kelola keuangan. Hal inilah yang mulai dikaji oleh sejumlah aktivis mahasiswa.
Terdapat sejumlah kejanggalan yang ditemukan dengan hadirnya PP No 66 ini. Aturan baru ini pun dianggap tak memiliki landasan hukum yang jelas. Secara hukum, Saifuddin Al Mughny SSos SH MHum, Pembantu Rektor III Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) mengungkapkan, PP merupakan aturan teknis dari sebuah UU. “Jika payung hukum dari PP ini (BHP, red) telah ditolak, maka aturan teknis yang ada di bawahnya secara otomatis juga cacat hukum,” ungkapnya, Rabu (2/2). PP ini, tambahnya, hanya mengaburkan keputusan tentang BHP. Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah BHP benar-benar telah dibatalkan, ataukah hanya sekadar formalitas belaka?
Mengenai alasan penolakan terhadap BHP, Kurniawan Sabar, mahasiswa Pascasarjana Unhas Jurusan Komunikasi Pendidikan menambahkan, “Salah satu alasan BHP ditolak karena merupakan aturan khusus yang bertentangan dengan aturan umum yaitu UU Dasar (UUD) 1945.”
Dalam UUD 1945 tercantum “turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian, di batang tubuhnya terdapat pasal yang menyebutkan “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak”. BHP dianggap mengancam akses masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini karena tata kelola keuangan yang mirip dengan sistem perusahaan, di mana akan ada investor yang menanamkan sahamnya. Untuk mengembalikan modal saham itu, akhirnya mahasiswa pun dibebankan biaya pendidikan yang semakin mahal, tegas Kurniawan saat ditemui di Gedung Pascasarjana Unhas, Selasa (1/2).
Secara khusus, Kurniawan menambahkan, BHP dan ‘anak-anaknya’ termasuk PP No 66 ini akan mengancam keragaman pendidikan yang ada di Indonesia. Semua bentuk pendidikan, baik formal maupun informal yang dibentuk pemerintah ataupun swasta harus dalam bentuk BHP. Artinya, menyerahkan semua ‘warna’ pendidikan yang ada di Indonesia pada mekanisme pasar yang kuat. Mekanisme lain seperti kurikulum, keuangan dan yang lainnya pun diseragamkan.
Memang terjadi perubahan dalam pengelolaan satuan pendidikan Pada pasal 49 ayat 2 PP No 66 tahun 2010, yakni berdasarkan prinsip nirlaba. Berarti, tujuan utamanya tidak mencari keuntungan. Namun, di pasal lain, yakni pasal 220B, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tercantum dalam Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dalam pengelolaan keuangannya harus tunduk pada UU Keuangan melalui Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PKBLU) atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ditambah lagi dengan pasal 58F ayat 3, dinyatakan adanya tarif pada setiap layanan pendidikan. Hal ini berarti, menyamakan PTN dengan badan usaha yang bisa mencari laba. Dari sini, ditemukan hal yang bersifat kontradiktif dalam pasal yang ada pada PP No 66 ini.
Tak hanya itu, bentuk ‘meliberalkan pendidikan’ pun ditemukan dalam PP ini. Menurut Saifuddin, PP No 66 ini hanyalah ‘anak kandung’ dari UU BHP yang bersifat neoliberalis. Saifuddin beranggapan, PP ini sebagai liberalisasi sektor pendidikan, dapat memarginalkan masyarakat kecil yang memiliki potensi untuk lanjut sekolah maupun kuliah. Jika PP ini diterapkan, biaya pendidikan akan mahal dan subsidi pemerintah untuk sektor pendidikan berkurang.
Dalam PP baru ini, juga disebutkan kewajiban PTN untuk menerima minimal 20 persen mahasiswa baru (maba) yang berkebatasan ekonomi, namun memiliki otak cemerlang. Menanggapi hal ini, Saifuddin mengaku pesimis. Menurutnya, hal ini tidak akan ditemukan pada persoalan regulasi. UU telah menetapkan, sepertiga dari biaya pendidikan ditanggung orang tua mahasiswa. Sementara, jika tak ada lagi subsidi dari pemerintah, peningkatan biaya pendidikan jadi jalan alternatif. Imbasnya, kelompok borjuasi mungkin dapat bertahan. Namun, bagi mahasiswa yang kurang mampu secara tidak langsung akan tereliminasi dari kehidupan kampus.
Hal lain yang juga digadang dalam PP ini adalah keharusan PTN untuk menerima 60 persen mahasiswa dari seleksi nasional (SNMPTN). 20 persen dari masyarakat kurang mampu sudah termasuk di dalamnya. Namun, adanya ketidakjelasan regulasi bagi 40 persen maba yang diterima di luar SNMPTN, menjadi pertanyaan yang muncul setelahnya.
Lahirnya PP No 66 Tahun 2010 yang tak lain perpanjangan dari BHP, harusnya cukup mampu mengetuk ‘pintu kamar’ lembaga mahasiswa yang kini ‘tertidur lelap’. Jika dulu, lembaga kian gencarnya menunjukkan ‘gigi taring’ penolakan BHP, lalu apa bedanya dengan PP ini?
Ironisnya, saat ditanya mengenai PP ini, hampir sebagian besar pengurus lembaga mahasiswa (lema) mengaku tak paham, bahkan tak tahu. Sibuk mengurusi masalah internal lembaga pun menjadi alasan pamungkas. “Pergerakan di Unhas memang terlihat agak vakum,” tutur Zulkifli, Sekretaris Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya.
Belum terbentuknya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas di Unhas, juga menjadi kendala yang dialami lema Universitas Negeri Makassar (UNM) untuk melakukan konsolidasi terkait masalah ini. Pertengahan Januari lalu, sejumlah aktivis mahasiswa UNM berkunjung ke Unhas untuk mengkaji PP ini. Namun, karena tak ada lembaga yang menaungi semua lema fakultas di Unhas, pertemuan itu tak membuahkan hasil.
Kini, tinggal menunggu sikap dari kalangan yang peduli terhadap nasib pendidikan bangsa ini. Jangan sampai, mereka yang dulunya berada di barisan terdepan menolak BHP, hanyut pada euforia kebanggaan akan batalnya BHP. Di akhir wawancara, Saifuddin menegaskan, “yang kita butuhkan adalah revolusi pendidikan, bukan revolusi UU.” (Sym/Tra)
Langganan:
Postingan (Atom)