Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Maret 2012

Khadijah, The True Love Story of Muhammad

“… Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya, aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.” (Hadis Riwayat Ahmad)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad, penutup sekalian rasul, pribadi yang tentangnya Allah berfirman,

“Wahai Nabi! Sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (al-Ahzab (33) : 45-47)

Siapa yang tak kenal Khadijah? Ya, dialah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu Abdil Uzza ibnu Qushay. Istri pertama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menerima salam dari Allah dan Jibril.

Kisah Khadijah, Ummul Mu’minin, selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Betapa tidak? Ia adalah istri Rasulullah yang menjadi rekan pada saat-saat paling sulit dalam hidup beliau, istri yang selalu menawarkan cinta dan kasih sayang dalam kondisi apapun.

Saya, seorang perempuan akhir zaman, merasa perlu untuk membuat sebuah tulisan yang menggambarkan keistimewaan-keistimewaan Khadijah, yang semoga dapat menjadi teladan bagi kita-kaum perempuan-yang hidup di tengah maraknya eksploitasi perempuan. Keinginan ini muncul setelah membaca sebuah buku berjudul “Khadijah, The True Love Story of Muhammad”. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada orang yang dengan tulus menghadiahkan buku tersebut kepada saya, 03 Juli 2010 silam.

Hal pertama yang perlu kita tegaskan di sini, bahwa Khadijah mendapat pemeliharaan dan bimbingan langsung dari Allah di sepanjang hidupnya. Allah yang menjaganya dari segala cela, sehingga penduduk Mekah menjulukinya dengan “Thahirah (wanita suci)”.

Jika ada wanita yang langsung menerima salam dari Allah, maka Khadijahlah orangnya. Suatu hari, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata , “Wahai Muhammad, sebentar lagi Khadijah akan membawakan makanan dan minuman untukmu. Kalau ia datang, sampaikan kepadanya salam dari Allah dan dariku.”

Cara Khadijah menjawab salam itu pun menunjukkan keluasan pandangan dan kedalaman perasaannya. Jawabannya mengandung pengagungan terhadap Allah, doa agar Allah menganugerahkan kepadanya kedamaian dan keselematan serta salam untuk Jibril yang telah menyampaikan kepadanya salam dari Allah. Khadijah berkata, “Allahlah pemelihara kedamaian dan sumber segala damai. Salamku untuk Jibril.”

Khadijah merupakan istri dan sahabat ideal yang selalu setia mendampingi serta menghibur Rasulullah dalam setiap kesulitan. Karena itulah Allah berkenan memberinya kabar gembira tentang sebuah rumah terbuat dari permata yang dibangun untuknya di surga. Rasulullah bersabda, “Aku diperintahkan untuk memberikan kabar gembira kepada khadijah bahwa akan dibangun untuknya di surga sebuah rumah dari permata; tak ada hiruk pikuk dan rasa lelah di sana.”

Aisyah pernah merasa sangat cemburu. Ia bercerita, “Aku tidak pernah merasa cemburu kepada seorang wanita sebesar rasa cemburuku pada kepada Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah selalu menyebut dan mengingatnya. Ketika menyembelih seekor kambing, beliau selalu memotong sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.”

Dalam sebuah riwayat lain, Aisyah juga mengisahkan, “Rasulullah hampir tidak pernah keluar rumah tanpa menyebut dan memuji Khadijah. Hal itu membuatku cemburu. Kukatakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua renta dan engkau telah diberi pengganti yang lebih baik daripadanya?’ Mendengar itu, beliau murka hingga bergetar bagian depan rambutnya. Beliau katakana, ‘Tidak. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya, aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.’ Maka aku berjanji dalam hati untuk tidak mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya lagi.

Rasulullah sendiri sangat menghormati Khadijah. Jasanya bagi penyebaran Islam sungguh tidak terkira. Di depan para sahabatnya, Rasulullah sering menyebut khadijah sebagai wanita yang paling utama di muka bumi. Ali Ibnu Abi Thalib pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik wanita dunia adala Maryam binti Imran. Sebaik-baik wanita dunia adalah Khadijah.”

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda, “Wanita-wanita terbaik sepanjang sejarah adalah Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah, istri Fir’aun.”

Salah satu contoh gamblang yang menunjukkan betapa berarti Khadijah di hati Rasulullah adalah sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 8 Hijriah, 11 tahun setelah wafatnya Khadijah. Pada hari pembebasan Mekah (fath Makkah), Rasulullah menunjuk Zubair ibnu Awwam untuk memimpin sekelompok pasukan Muhajirin dan anshar. Beliau menyerahkan panji pasukan dan memerintahkan Zubair untuk menancapkannya di Hujun, sebuah dataran tinggi di Mekah. Beliau berpesan, “jangan tinggalkan tempat engkau tancapkan panji itu hingga aku mendatangimu.”

Sesampainya di Hujun, Abbas ibnu Abdil Muththalib berkata kepada Zubair, “Wahai Zubair, di sinilah Rasulullah memerintahkanmu untuk memancangkan panji pasukan.”

Di Hujun itulah terletak makam Khadijah. Dan tempat itu yang dipilih sebagai pusat komando dan pengawasan pasukan Islam pada perang pembebasan Mekah. Dari sana pula beliau memasuki Kota Mekah, pada hari ketika kaum muslimin berhasil mengalahkan kaum kafir Quraisy, ketika orang-orang memeluk Islam secara berbondong-bondong, ketika agama tauhid menghancurkan kemusyrikan. Pada hari yang bersejarah itu, Ka’bah dan Masjidil Haram dibersihkan darri berhala-berhala. Saat itu pula Rasulullah membacakan ayat,

“Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.” (al-Isra’ (17) : 81)

Sebongkah Kasih di Antartika

Untuk setiap pengorbanan dan cinta yang pernah dan akan terus mengalir bagi kita, pernahkah kita berkata, “Ma, sekarang ananda sudah tahu jalan ke Surga. Sama-sama ke sana yuk! Ajak bapak sama kakak dan adik sekalian.” Pernahkah? Atau kesibukan ini membuat kita melupakan mereka jauh di belakang…

Di lingkaran paling selatan planet ini, Kutub Antartika, di mana suhu bisa mencapai -40oC, Allah mengatur sebuah kehidupan. Sebuah kisah cinta dan pengorbanan. Tak kan rugi bila kamu mau berhenti sejenak dan menyimak…

Sang ibu hanya bertelur satu butir. Telur itu dierami selama musim dingin di kutub. Dan tebaklah, telur semata wayang ini tidak dierami oleh ibunya melainkan sang ayah. Dalam suhu dingin yang mencapai -40oC, pasangan itu harus menghadapi gletser yang terus meluas. Keadaan ini memperpanjang jarak antara tempat pengeraman dengan laut sebagai sumber makanan. Jaraknya bisa mencapai 100 km.

Sementara sang ayah mengerami telurnya, sang ibu kembali ke laut. Selama empat bulan mengerami, sang ayah harus menghadapi badai kutub yang terkadang mencapai kecepatan 100 km/jam. Demi menjaga telurnya, sang ayah tak sempat tuk mencari makan. Sumber makanan terdekat pun hanya bisa dilalui dalam waktu dua hari perjalanan. Sang ayah tidak tega meninggalkan telurnya dalam balutan hawa dingin selama itu. Ia bahkan kehilangan setengah dari bobot badannya selama mengerami. Tetapi ia takkan pernah meninggalkan telurnya. Yang dilakukannya, hanyalah menahan lapar berbulan-bulan, hingga telurnya menetas.

Setelah empat bulan, telur mulai menetas. Sang ibu muncul kembali setelah empat bulan berpisah dengan keluarganya. Selama masa tersebut, sang ibu tidaklah bersenang-senang, meninggalkan sang ayah yang berjuang untuk telurnya. Ia tak menyia-nyiakan waktu, tapi mencari dan menyimpan makanan dalam tubuhnya. Tentu saja untuk keluarganya.

Sang ibu mampu menemukan keluarganya meski mereka berada di anatara ratusan keluarga lain. Karena sang ibu selalu berburu di masa pengeraman, perutnya kini penuh. Ia kemudian mengosongkan perutnya dan mengambil alih tugas menjaga si kecil.

Musim semi tiba, gletser mulai mencair. Lubang bermunculan di antara es, menampakkan laut di bawahnya. Pasangan ayah ibu mulai berburu ikan lewat lubang tersebut dan memberi makan anaknya.

Tapi keadaan tak serta merta menjadi mudah bagi keduanya. Memberi makan sang bayi adalah tugas sulit. Kadang pasangan ayah ibu ini tidak makan dalam jangka waktu lama demi memberi makan anaknya. Sarang tempat berlindung juga tidak mungkin dibuat saat itu karena semuanya masih tertutup salju. Satu-satunya cara untuk melindungi anaknya dari udara dingin adalah meletakkannya di atas kaki mereka dan menghangatkannya dengan perut mereka. Padahal, di saat yang sama, mereka harus berjuang melawan hawa dingin.

Tahukah kamu siapa mereka?

Mereka adalah pinguin, makhluk Allah di dinginnya es Antartika. Mereka lumuri kebekuan es dengan hangatnya cinta untuk anak mereka. Adakah kisah seperti ini di sekitar kita?

Setiap kita pernah seperti ‘anak pinguin’ yang disayangi. Dilindungi dari dinginnya es kehidupan, meski itu berarti pengorbanan bagi kedua orang tua kita. Hingga saat ini, bahkan ketika setiap kita—‘anak pinguin’—sudah merasa mampu menapaki kakinya di daratan es dan melawan sendiri badai salju.

Mengapa pengorbanan sedemikian besarnya mampu dilakukan orang tua? Cinta, tentu saja. Apakah ada selainnya? Cinta orang tua yang katanya sepanjang jalan. Cinta yang demikian mulianya hingga Allah mewajibkan setiap anak untuk membalasnya, meski tak kan pernah terbalas.

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya.” (Luqman: 14)

Di atas semua itu, cinta kedua orang tua adalah bentuk kasih sayang yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena Dialah, ArRahman arRahiim… (Al-Firdaus)

Kamis, 17 Februari 2011

Pemuda Muslim, Aku Dengar Mesjid Memanggilmu...

Benar-benar menyenangkan sekaligus mengharukan, ketika menyaksikan kebersamaan kaum muslimin memenuhi panggilan Allah. Aktivitas mulia ini mencerminkan ketundukan pada satu sesembahan, kesatuan tujuan, kebersamaan, persamaan, kerapian, dan kekuatan barisan kaum muslimin. Sayangnya, pemandangan indah itu seringkali hanya sebatas di bulan Ramadhan. Di luar Ramadhan, mesjid hanya diisi segelintir orang, bahkan dapat dihitung jari. Saat Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya tiba. Lebih memprihatinkan lagi di waktu subhu. Sangat sedikit orang yang hatinya terpaut dengan mesjid. Yang sedikit itu pun biasanya berusia lanjut. Ke mana para pemudanya?

Umat Islam dan mesjid adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sejarah Umat Islam hampir tak pernah lepas dari peranan mesjid di dalamnya. Ya! memang, mesjid dalam Islam memiliki fungsi yang begitu penting dan besar. Tak sebatas tempat ritual shalat berjamaah saja. Lebih dari itu, juga dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan, kegiatan sosial kemasyarakatan, dan aktivitas keumatan yang lain. Umat Islam akan hebat jika mereka 'dekat' dengan mesjid. Sebaliknya, akan mundur dan terbelakang jika 'jauh' dari mesjid.

Sayangnya, masih sedikit hati yang terketuk memakmurkan mesjid dengan beragam aktivitas. Di luar Bulan Ramadhan, seolah mesjid-mesjid kembali menangis. Mesjid, bukan spesial untuk yang tua-tua saja. Para pemuda harusnya lebih semangat. Pemuda seperti inilah yang disebutkan Rasulullah termasuk satu di antara tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah, di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

"...Seseorang yang hatinya senantiasa terkait dengan masjid..." (Bukhari, Muslim, dan At Tirmidzi)

Tunggu apa lagi, kakak2 n saudara2ku... mari makmurkan mesjid!