Kamis, 10 Februari 2011, 18.05 waktu identitas
Dingin! Kakiku rasanya dingin! Padahal, di luar tak ada rintik hujan. Tak pula angin yang membawa hawa dingin. Entahlah, kenapa kakiku jadi dingin. Saat ini, aku berada di sebuah ruangan berbentuk persegi panjang. Coklat mendominasi interiornya. Peta dunia dan Sulawesi Selatan menghiasi dindingnya.
Tepat di samping kananku, whiteboard terpampang kaku. Hanya ada dua kata di sana, satunya angka dan yang lainnya berupa jalinan huruf. Sebuah kombinasi yang lengkap. “5 Teng”, begitu aku membacanya. Tak ada yang special dari tulisan itu. Hanya sebuah kesepakatan pertemuan kemarin. Tapi, sekali lagi, tak ada yang tak bermakna. Entah sadar atau tidak, tulisan itu kembali mencerminkan, betapa warga negara tercinta-termasuk aku- ini belum mampu menghargai waktu!
Entah kenapa lagi, terasa ada yang berdebar di dada sebelah kiriku. Mungkin itu detakan jantung. Ah, kenapa pula organ yang satu ini bekerja lebih cepat? Tak ingin kalah, tanganku juga menimbulkan reaksi berbeda. Gemetar dan berair. Ada apa ini? Sepertinya adrenalinku diproduksi lebih banyak dari biasanya. Tapi kenapa?
Aku mencoba mencari penyebabnya. Tak kutemukan! Ada apa ini? Tak biasanya aku seperti ini.
Padahal, seharusnya hatiku berbunga-bunga. Baru saja, aku dan sahabatku, Nita, menghabiskan waktu bersama di sebuah toko buku. Hampir dua jam aku di sana. Mencari, mengamati, dan sesekali meraih dan membaca sampul belakang. Tentunya, aku lebih lama di rak yang pada bagian atasnya terpampang tulisan “Best Seller” atau “Novel”.
Akhir-akhir ini aku memang terhipnotis untuk selalu mengikuti alur cerita novel. Menikmati setiap deskripsinya. Rasanya senang sekali saat aku diajak penulisnya menapaki jalan-jalan atau mengunjungi kota yang mungkin takkan pernah kukunjungi di dunia nyata ini.
Cukup lama aku berdiri di samping ratusan buku yang tertata rapih itu. Di sampingku, Nita juga tampak serius membolak-balik buku yang masih terbungkus plastik bening. Kami saling merekomendasikan buku yang mungkin akan merogoh kocek lagi. Tak apalah. Daripada habis di kantin.
Sebuah buku-tepatnya novel-bersampul orange menarik perhatian kami. Tanganku tak sabar meraihnya. “9 Matahari” karya Adenita, itu yang kubaca pada bagian sampul. Seperti biasa, aku membolak benda tak memiliki ruang itu. Di sana, kutemui kata yang menarik. “Buku ini harus dibaca oleh para pemuda, khususnya mahasiswa”. Oh ya, ada lagi. “Buku ini menggambarkan bagaimana seorang mahasiswa berdarah-darah untuk mempertahankan kuliahnya”. Ya, seingatku kurang lebih seperti itu.
Nita menghampiriku dengan sebuah buku tebal nan lebar di tangannya. “Muhammad: Pemuda Penggenggam Hujan”, begitu judulnya. “Ini bagus, menggambarkan profil Muhammad,” seru sahabatku ini. Aku merebut dari tangannya. Seperti sebelumnya, aku pun membolak buku yang satu ini. “Sepertinya bagus,” ucapku menimpali. Tapi, perhatianku sepenuhnya lebih tercurah pada buku yang tadi.
Kakiku masih terasa dingin. Kali ini lebih lembab…
***
Berita mengejutkan tiba-tiba dilontarkan seorang senior. “Ada janin ditemukan di FKM,” serunya berteriak, membuat gendang telinga seisi rumah kecil bergetar. Pesan itu dengan cepat menjalar ke akson, sampai ke dendrit, melalui celah sinaps, berpindah ke neuron berikutnya. Waktu menunjukkan pukul 18.30. Sudah maghrib. Sementara rekanku yang lain berlari menuju tempat yang dimaksud, aku mengurungkan niat untuk pergi bersama mereka. Pikirku, lebih baik menunaikan sholat dulu, biar gak nambah lagi dosa-dosaku yang mungkin sudah melebihi luas dan dalamnya samudera terluas dan terdalam sekalipun.
Setelah sholat, aku, seorang rekan dan senior bergegas menuju tempat itu. Memang benar, terletak sebuah kantong plastic hitam yang entah berisi apa, di sebuah lubang yang nampaknya sengaja digali. Di sampingnya, tiga lembar sarung berlumuran darah. Namun, bukan di tempat itu. Tepatnya di Desa Kera-Kera. Entahlah, aku merasa malas berpanjang lebar dengan apa yang kulihat. Memang dunia ini makin aneh saja! Atau mungkin ini memang skenario Tuhan. Yang kutahu, saat ini aku juga punya masalah dengan diriku sendiri. Masalah, atau apapun namanya. Aku lelah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar