Definisi
Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. analgesik berasal dari kata Yunani an- (“tanpa”) dan -algia (“nyeri”).
Patogenesis
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.
Penyebab timbulnya rasa nyeri :
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).
Penggolongan Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis:
1. Nyeri akut : nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi 3:
• Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja.
• Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia.
• Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll.
Acute pain of visceral origin is most often associated with inflammation.
2. Nyeri kronis: nyeri ini berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Chronic pain is often associated with diseases such as cancer and arthritis.
Pemberantasan rasa nyeri
Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris oleh anestetika lokal.
Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum.
PENGGOLONGAN ANALGETIK
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan :
1. Analgesik nonopioid, dan
2. Analgesik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.
Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. p-Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
c. Indoles and Related Compounds
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
d. Fenamates
Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.
e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.
g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.
h. Acetic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.
i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
2. Analgetik opioid
Analgetik opoid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
• Analgesik
• medullary effect
• Miosis
• immune function and Histamine
• Antitussive effect
• Hypothalamic effect
• GI effect
Efek samping yang dapat terjadi:
• Toleransi dan ketergantungan
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
• dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pada reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil.
Deskripsi Obat Analgesik opioid
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik. Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.
2. Agonis Ringan sampai sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.
3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa, mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin.
4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengobatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.
5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, G.Bertram.,2007,Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed.,The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
2. Goodman and Gilman,2006,The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
3. Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/analgetic-dan-obat-obatnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar