Minggu, 15 Juli 2012

Aco dan Kenangan Tentangnya


Entah mengapa, kata ACO tiba-tiba terlintas begitu saja di memoriku senja ini. Lintasan yang kuat tentang kenangan hampir empat tahun silam, saat saya masih diwajibkan memakai rok hitam dan jilbab segitiga polos ke kampus. Kenangan tentang tiga huruf ini, membuatku buru-buru membuka laptop dan menarikan jemari di tuts-nya usai sholat, senja ini. Yah, beginilah mungkin, saat ada “klik” yang mendorong kita ingin menulis. Kembali mengeja kenang, merangkainya dalam deret huruf, untuk kemudian merasa terpuaskan karena telah mengikat makna yang sebelumnya hanya tersimpan rapi di salah satu sudut otak.
            ACO. Ah, tiga huruf yang simple tapi selalu saja berhasil mengukir senyum. Berawal saat saya baru saja menginjakkan kaki dan resmi sebagai Mahasiswi Farmasi Universitas Hasanuddin. Jangan bayangkan jadi maba, yang ada enak-enaknya saja. Huft… Sepertinya banyakan susahnya kali ya… Nah, di awal jadi mahasiswa itulah saya dapat banyak pengalaman dan pengajaran dari senior. Salah satunya yang paling berkesan dan bisa kutarik benang merahnya hingga saat ini, ya kata ACO.
            Ceritanya, waktu itu, maba diwajibkan mengisi buku pengumpulan dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya tanda tangan senior. Masalahnya, minta tanda tangan itu, gak sekadar minta, trus langsung dikasi. Syaratnya panjang… Harus hapal ini, harus cari itu, harus ini, harus itu, harus ini lagi, harus itu lagi, dan harus harus yang lain…^^v
            Nah, saat meminta tanda tangan seorang senior yang waktu itu juga menjabat sebagai pengurus inti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Tahu kan BEM? Orang-orangnya disegani plus ditakuti sama maba… hi hi hi… Saya gak langsung dikasi tanda tangan. Syaratnya, harus cari apa itu ACO! “Besok, ketemu saya lagi, dan sudah harus tahu apa itu ACO,” katanya santai.
            Jadilah, saya pusing tujuh keliling karena tiga huruf itu. Sepulang kuliah, waktu itu sekitar pukul 17.00 WITA, saya bersama seorang teman, berjalan sepanjang Pintu 1 Unhas hingga PK 7. Jaraknya, emm… sekitar 1 kilometer. Dekat sih, tapi, dalam kondisi puasa dan menjalani hari yang berat karena pengumpulan dan tugas, plus malamnya tidur cuma seiprit, ini bisa jadi hal paling menyebalkan. Untuk apa? Untuk kata ACO! Kata seorang senior, “adaji  itu di pinggir-pinggir jalan bisa dilihat apa itu ACO.”
            Magrib menjelang, waktu buka puasa tiba, dan saya masih berada di pinggir jalan mencari apa itu ACO. Saya sempatkan meneguk Teh Kotak, sambil terus meraba, apa maksud perkataan senior itu. Di Pinggir jalan? Mana?
            Tiba-tiba teman yang bersama saya membuyarkan lamunan. Sambil menunjuk sebuah reklame yang memajang foto Walikota Makassar sedang tersenyum manis. Di atasnya tertulis, “ACO mengucapkan, Selamat menjalankan ibadah puasa”. Wow…. Saya girang bukan main. Ternyata, ACO itu nama akrabnya si bapak walikota. Baru tahu saya… ^^
            Esoknya, karena merasa sudah memenuhi tugas yang diberikan, saya menghadap senior itu kembali dengan wajah riang. Saat ditanya tentang tugas, saya dengan cepat menjawab, “ACO itu nama akrabnya Bapak Walikota Makassar,” (sambil unjuk gigi, hehehe). Sontak, beberapa senior yang ada di situ tiba-tiba tertawa sekeras-kerasnya. Saya bingung, muka saya memerah, suasana hati berubah tak menentu, bertanya, malu, dan ingin tahu, kenapa…
            Setelah puas dengan tawanya masing-masing dan suasana sudah agak tenang, si senior menjelaskan, “benar, ACO itu panggilan akrabnya pak walikota, tapi bukan itu yang saya maksud. Ngapain juga saya kasi tugas tidak berbobot seperti itu… Saya kasi tau ya, ACO itu singkatan dari Akademik Cinta dan Organisasi…,” terangnya sambil terus menahan tawa.
            “Ooooooooouuuuwwwwww…..” ucapku menimpali sambil memilin ujung jilbab.
            Si senior melanjutkan penjelasannya. Dalam menjalani aktivitas sebagai mahasiswa, jangan hanya terpatok pada satu hal saja. Jangan hanya pada akademik, jangan hanya organisasi, dan juga jangan hanya cinta. Jangan juga mengambil dua hal dan meninggalkan salah satunya.
            Akademik, cinta, dan organisasi…
            Yah, tiga kata ini selalu melekat di memori dan sudut hati. Sembari kembali mengurai kenang, perjalanan selama hampir empat tahun berstatus mahasiswa. Sangat banyak hal tak terduga yang mewarnainya. Tentang persaingan akademik, Tentang romantika cinta sesame mahasiswa, dan dinamika organisasi. Rasanya, manis asam asin… hehehe…
            Pertama, akademik. Siapa yang tak ingin punya IPK tinggi, nilai A berderet di Kartu Hasil Studi, sehingga bisa unjuk gigi saat bertemu dengan PA… Ya, karena prestasi akademik, kita rela mengurangi jatah tidur menjadi 3-4 jam sehari, bahkan pernah saat ujian praktikum, tidur hanya sejam. Karena keinginan meraih prestasi akademik, kita rela memelototi buku-buku tebal, menghapal nama-nama obat, merek dagang, struktur kimia, nama perusahaan obat… Karena nilai A, kita rela membiarkan jemari menari bersama pena semalam suntuk, hingga lupa mendirikan sholat lail dan lebih asyik mengejar penyelesaian laporan yang bertubi-tubi. Merekam kembali semua itu, rasanya tak dapat menahan senyum dan rasa haru. Bahwa ternyata, kita pernah begitu kuatnya, begitu tangguhnya. Saat capek, saat mengeluh seusai sholat dhuhur di musholla, kita saling menguatkan. Saya rindu kalian… Saya rindu melihat tidur pulas karena kecapekannya kalian saat kita istirahat sholat…
            Sekarang, waktu melaju begitu kencangnya. Meninggalkan masa, dan membuktikan bahwa perubahan itu mutlak. Sekarang, kita telah dengan sibuknya, dipisahkan oleh waktu dan keadaan, hingga untuk saling bertemu muka di kampus pun sangat sulit. Yah! Kita memang tak dapat menerka, perubahan seperti apa yang tertakdir untuk kita. Namun, semoga kenang itu, masih utuh di sudut hati masing-masing kita.
            Kedua, Cinta. Wooow, kata ini rasanya cukup menyengat. Rasa-rasanya, saya tak perlu panjang lebar di bagian ini. Sebab masing-masing kita punya cerita. Masing-masing kita mengalaminya. Namun semoga, ia hanya tertambat dan hanya terungkap pada yang berhak saja…^^
            Ketiga, Organisasi. Selain akademik, unsur ini jadi hal cukup penting dalam upaya pengembangan skill. Akan pincang, jika kita hanya fokus di akademik, tanpa ingin terlibat dalam organisasi. Di wadah inilah kita coba membangun relasi social, agar nantinya kita tak hanya jadi robot pesuruh yang dimanfaatkan ilmunya, tapi bisa menjadi pembawa perubahan, bisa menjadi control social. Agar nantinya, universitas ini tidak melahirkan lulusan-lulusan yang serakah, egois, dan tidak memiliki kepekaan social. Namun sangat diharapkan bisa menjadi pemimpin-pemimpin yang professional. Bisa jadi pohon yang berbuah manis, di manapun ia ditanam.
            Di kampus kita, banyak sekali organisasi yang menunggu bakat-bakat kita. Tinggal memilih. Saya, misalnya, tiba-tiba terpaut di jurnalistik, meski sebelumnya tak pernah terlintas akan ke bidang ini. Dengan organisasi, kita bisa menjadi mahasiswa plus plus… percaya deh…^^


Dalam ruang bercat hijau muda,
Di tengah kegalauan menyelesaikan skripsi
Dan di tengah ketidakpastian akan kondisi kesehatan
Maros, 15 Juli 2012

Sabtu, 28 April 2012

Ke sana, Inginku


Aku ingin ke suatu tempat
Tak ada yang mengenalku di sana
Tempat itu, Damai…
Tak ada obsesi menggelembung
Tak ada kepentingan menyeruak, menyesakkan
Di tempat itu, tak ada yang perlu dikhawatirkan akan kecewa
Atau sedih
Atau berharap
Atas apa yang tak dapat diraih tanganku
Karenanya aku tertatih
Aku ingin ke sana
Tempat di mana tak perlu ada yang mengenaliku
Membangun semuanya dari zero
Kelak, bak Armillaria ostoyae

Jumat, 06 April 2012

Literatur Review of Pioglitazone


Ø  Nama Dagang Obat
1. Actos®
2. Zactos®
3. Glustin®

Ø  Indikasi Obat
Pioglitazone adalah obat dari kelas dengan aksi thiazolidinedion hipoglikemik (antihyperglycemic, antidiabetes). Pioglitazone hydrochloride merupakan agen antidiabetik oral yang bertindak terutama dengan mengurangi resistensi insulin. Pioglitazone adalah obat anti-diabetes, digunakan bersama dengan diet yang tepat dan program latihan untuk mengontrol gula darah tinggi pada pasien dengan diabetes tipe 2. Pioglitazone bekerja dengan membantu untuk mengembalikan respon tubuh yang tepat terhadap insulin, sehingga menurunkan kadar gula darah.

Ø  Mekanisme Kerja Obat
Pioglitazone termasuk dalam golongan thiazolidinedion, merupakan agonist poten dan selektif Peroxisome Proliferators-activated receptor-γ (PPARγ), mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR (Retinoic x receptor) dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adipose, PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormone adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi, agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.
            Selain itu, pioglitazone dapat menurunkan HbA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya terhadap trigliserid dan LDL bervariasi.

Ø  Kontraindikasi
Untuk pasien yang pernah mengalami kerusakan jantung, gagal jantung, penyakit ginjal, kerusakan hati, pasien dialisa, sindrom polikistik ovarium, pembekakan pada lengan atau kaki, reaksi yang tidak biasa atau alergi terhadap pioglitazone, hamil atau menyusui, dan kombinasi terapi dengan insulin. Anak-anak < 18 tahun.

Ø  Efek Samping
Peningkatan berat badan, retensi cairan, peningkatan risiko patah tulang pada wanita, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

Ø  Dosis dan Bentuk Sediaan
-          Menurut ISO Indonesia Volume 45, 2010 s/d 2011
Nama Dagang : Actos®
Dosis : Untuk monoterapi : 15 atau 30 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan hingga 45 mg sekali sehari. Untuk terapi kombinasi : 15 atau 30 mg sekali sehari. Saat ini dosis untuk sulfonylurea dan metformin dapat dilanjutkan hingga terapi inisiasi. Sebelum atau setelah makan.
Kemasan : Tablet 15 mg x 2 x 7’s Rp. 77. 900,- ; 30 mg x 2 x 7’s      Rp. 116. 940,-
-          Menurut Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Dosis awal Pioglitazone 15-30 mg bila kontrol glisemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.
Deculin 15
Tiap tablet mengandung:
Pioglitazone HCl 16,53 mg setara dengan Pioglitazone 15 mg
Deculin 30
Tiap tablet mengandung:
Pioglitazone HCl 33,06 mg setara dengan Pioglitazone 30 mg

Ø  Farmakokinetik
-          Menurut Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Pada pemberian oral, absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung ±2 jam. Metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450, oleh 2C8 & 3A4. Ekskresinya melalui ginjal, dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT > 2,5 x nilai normal). FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan preparat di atas, dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.
·         Absorpsi
Pemberian oral, pada saat puasa, pioglitazone dapat diukur kadarnya dalam serum pada 30 menit pertama, dengan konsentrasi puncak diamati dalam 2 jam. Makanan dapat sedikit menunda waktu puncak konsentrasi dalam serum menjadi 3 sampai 4 jam, tapi tidak mengubah tingkat absorpsi.
·         Distribusi
Volume distribusi rata-rata pioglitazone setelah pemberian oral dosis tunggal adalah 0,63 + 0,41 (mean + SD) l/kg berat badan. Pioglitazone sebagian besar terikat protein dalam serum manusia, terutama pada albumin serum. Pioglitazone juga terikat dengan protein serum, tapi dengan afinitas yang lebih rendah. Metabolit M-III dan M-IV juga sebagian besar terikat dengan albumin serum (>98%).
·         Metabolisme
Pioglitazone dimetabolisme secara luas dengan cara hidroksilasi dan oksidasi; metabolit-metabolit juga sebagian diubah menjadi glukuronida dan konjugat sulfat. Metabolit M-II dan M-IV (derivat hidroksi dari pioglitazone) dan M-III (derivat keto pioglitazone) secara farmakologi aktif pada hewan percobaan dengan diabetes tipe 2. Dalam hubungan dengan pioglitazone, M-III dan M-IV adalah bentuk utama yang berhubungan dengan obat yang ditemukan dalam serum manusia setelah pemberian dosis berulang. Pada waktu tunak, baik pada relawan maupun pasien dengan diabetes tipe 2, pioglitazone terdiri dari kira-kira 30-50% dari total konsentrasi serum puncak dan 20-25% dari total AUC. Pioglitazone diinkubasi dengan P450 manusia atau mikrosom hati manusia menghasilkan terbentuknya M-IV serta pada tingkat yang lebih sedikit M-II. Sitokrom utama isoform P450 yang terlibat dalam metabolisme hepatik pioglitazone adalah CYP2C8 dan CYP3A4 dengan kontribusi dari berbagai isoform lainnya termasuk sebagian besar ekstrahepatik CYP1A1. Ketokonazol menghambat sampai dengan 85% metabolisme hepatik pioglitazone secara in vitro pada konsentrasi molaritas sebanding dengan pioglitazone. Pioglitazone tidak menghambat aktivitas P450 ketika diinkubasi dengan mikrosom hati P450 manusia. Belum ada studi in vivo pada manusia untuk menyelidiki induksi CYP3A4 oleh pioglitazone.
·         Ekskresi dan eliminasi
Setelah pemberian oral, rata-rata 15-30% dosis pioglitazone dikeluarkan dalam urin. Eliminasi pioglitazone melalui ginjal dapat diabaikan, dan obat terutama diekskresikan sebagai metabolit dan konjugatnya. Diperkirakan sebagian besar dosis oral diekskresikan pada empedu tanpa diubah maupun sebagai metabolit dan dieliminasi dalam feses. Rata-rata waktu paruh pioglitazone berkisar 3-7 jam dan pioglitazone total 16-24 jam. Bersihan pioglitazone, CL/F berkisar 5-7 l/jam.
·         Populasi khusus
Gangguan ginjal
Waktu paruh eliminasi serum dari pioglitazone, M-III dan M-IV tetap dalam bentuk tidak diubah pada pasien dengan gangguan ginjal sedang (bersihan kreatinin 30-60 ml/menit) sampai berat (bersihan kreatinin <30 ml/menit) bila dibandingkan dengan subyek normal. Tidak ada penyesuaian dosis pada pasien dengan disfungsi ginjal.
Gangguan hati
Dibandingkan dengan kontrol normal, subyek dengan kerusakan fungsi hati (Child-Pugh Grade B/C) memiliki sekitar 45% reduksi dari pioglitazone dan total konsentrasi puncak rata-rata pioglitazone tapi tidak ada perubahan dalam nilai AUC rata-rata. Tidak boleh diberikan pada pasien yang secara klinis menunjukkan penyakit hati aktif atau kadar transaminase serum (ALT) melebihi 2,5 kali batas atas normal.
Lanjut usia
Pada subyek lanjut usia yang sehat, konsentrasi serum puncak pioglitazone dan total pioglitazone tidak berbeda secara signifikan, tapi nilai AUC sedikit lebih tinggi dan nilai waktu paruh terminal sedikit lebih panjang pada subyek yang lebih muda. Perubahan ini tidak penting jika diperhatikan relevansinya secara klinik.
Anak-anak
Tidak ada data farmakokinetik pada populasi anak-anak.
Jenis kelamin
Rata-rata nilai Cmax dan AUC meningkat 20% sampai 60% pada wanita. Sebagai monoterapi dan dalam kombinasi dengan sulfonilurea, metformin atau insulin, pioglitazone menunjukkan kontrol glukosa baik pada pria dan wanita. Pada uji klinik terkontrol, hemoglobin A1c (HbA1c) menurun dari standar dimana umumnya pada wanita lebih besar dari pria (perbedaan rata-rata dalam HbA1c 0,5%). Karena harus diindividualisasikan bagi setiap pasien untuk mendapatkan kontrol gula darah, tidak ada penyesuaian dosis yang dianjurkan bila hanya didasarkan pada jenis kelamin saja.
Etnis
Tidak ada data farmakokinetik untuk berbagai kelompok etnis yang bervariasi.

Ø  Interaksi dengan Obat Lain
-          Obat yang mempengaruhi enzim mikrosom hati
Inhibitor atau induser dari sitokrom P-450 (CYP) isoenzim 3A4; potensial terjadi interaksi farmakokinetik. Potensi interaksi farmakokinetik diinduksi dengan kombinasi kontrasepsi estrogen-progestin tidak diketahui; pertimbangkan kemungkinan terjadinya kegagalan dalam kontrasepsi.
-          Pioglitazon dapat menurunkan efektivitas/menggagalkan efek kontraseptif oral yang digunakan, dan menyebabkan ovulasi
-          Dapat mempercepat eliminasi dari beberapa obat tertentu, antara lain: eritromisin, calcium channel blockers (misalnya Cardizem), cisapride, kortikosteroid, siklosporin, takrolimus, triazolam, trimetreksat, dan inhibitor HMG-KoA reduktase (contoh, Lipitor), sehingga menurunkan efektivitasnya.
-          Obat-obat yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar gula darah, antara lain: alkohol, ACE inhibitor (antara lain kaptopril, enalapril, lisinopril), inhibitor antiretroviral protease (misalnya: indinavir, ritonavir, saquinavir), aspirin and aspirin-like drugs, baklofen, beta-blockers (misalnya atenolol, metaprolol, propanolol), obat-obat anti depresi, chromium, cisapride, clonidine, siklosporin, diazoxide, disopyramide, epinephrine, hormon seks perempuan (misalnya estrogen, progestins, pil KB), hormon seks laki-laki atau hormon anabolik, hormon kortikosteroid (prednisone, kortison), hormon tiroid, turunan asam fibrat yang digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol darah (misalnya fenofibrate dan gemfibrozil), glukagon, hormon pertumbuhan (somatropin), guanetidin, isoniazid, lithium, metoklopramid, niasin, nikotin, oktreotid, pentamidin), fenitoin, antibiotika quinolone (misalnya : siproloksasin, levofloksasin, ofloksasin), sulfonamid, takrolimus, tegaserod, diuretika, atorvastatin, oesntan, itrakonazol, ketokonazol, midazolam, nifedipin, topiramat.
-          Obat hipoglikemik oral lain, insulin.

Rabu, 04 April 2012

Masih Betah dengan yang Konvensional


Belum ada kreativitas dalam pengelolaan sampah di Unhas. Masih setia dengan sistem sanitary landfill, penimbunan sampah.

      Umar (17 tahun) nampak sigap pagi itu, Jumat (30/3). Bermodalkan sapu lidi dan sekop sampah, ia mengadu nasib. Sampah berupa dedaunan dan plastik tak luput darinya. Setelah menumpuknya, kedua jenis sampah ini dipindahkan ke motor yang kini telah dimodifikasi jadi bak sampah.
      Profesinya sebagai pengangkut sampah di area Unhas menuntutnya bekerja dari pukul 08.00-13.00 WITA. Rektorat hingga Gedung Baruga AP Pettarani jadi tanggung jawabnya tuk tetap terlihat bersih dari sampah dedaunan dan plastik. Pagi itu, sekira pukul 09.15 WITA, ia masih berkutat dengan sampah di area parkiran Gedung Rektorat. Ia bersama rekannya, pemotong rumput dan penyapu jalan, bekerja di bawah pengawasan langsung seorang kontraktor.
      Sampah yang telah terkumpul kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di wilayah Kera-Kera, sebuah pemukiman kecil di pinggiran wilayah Unhas. Ada empat motor sampah yang beroperasi di Unhas. Satu motor sampah digunakan tuk mengangkut sampah di fakultas-fakultas. Tiga lainnya beroperasi di jalan. Empat kendaraan ini milik Dinas Kebersihan Kota Makassar.
      Saat ini, pengelolaan sampah di Unhas masih menggunakan sistem yang tergolong konvensional. Semua jenis sampah ditimbun jadi satu di TPS, lalu diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di wilayah Antang. Pemisahan sampah organik dan non-organik yang dulunya diterapkan, kini tak ada lagi.
      Drs Bachtiar Syarif RS, Kepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga mengungkapkan ketidaktahuannya tentang pengelolaan sampah yang kini tak lagi diterapkan. Menurutnya, sistem itu dirancang dan dilakukan oleh sebuah tim yang kini ia sendiri tak tahu di mana keberadaannya. “Metode pengolahan itu bagus, tapi saya juga tidak tahu kenapa saat ini tak diterapkan lagi,” ungkapnya.
      Sangat disayangkan memang, lingkungan akademis yang sarat akan penemuan-penemuan dan teknologi canggih, justru tak memperhatikan masalah lingkungan. Tak ada bedanya dengan lingkungan luar kampus.
      Kita belum bicara soal teknologi Intermediate Treatment Fasility (ITF) atau Mechanical Biological Treatment sebagai teknologi modern pengelolaan sampah. Tentu penggunaan teknologi ini akan dipikirkan beribu kali karena memakan biaya yang tak sedikit. Kita juga tak memerlukan teknologi yang mahal namun berakhir pada nasib ‘tragis’. Sementara, untuk pemisahan jenis sampah dengan adanya pembedaan tempat sampah saja, kini tak dapat dilanggengkan aplikasinya.
      Sebenarnya, bukan hal yang sulit bagi Unhas tuk mengolah sampah agar bernilai ekonomis. Dengan adanya berbagai program kreativitas mahasiswa yang mendapat pembiayaan, baik dari birokrasi Unhas maupun langsung dari pusat, mahasiswa bisa diarahkan tuk mengelolanya. Unhas juga punya banyak dosen yang mengerti tentang teknologi berbasis lingkungan. Sayang sekali, potensi mereka tak dimanfaatkan tuk memperindah ‘rumah’ sendiri.

Minggu, 01 April 2012

(Bukan) Aksi Biasa


Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) buat mahasiswa berang. Berbagai metode aksi dilancarkan.

“BBM Naik, Rakyat Menderita”. Deret kata ini terpampang tegas pada sebuah lembaran spanduk. Tergenggam erat di tangan para demonstran. Sedikit mewakili aspirasi sang orator yang nampak menggebu, berteriak lantang, “tolak kenaikan harga BBM,” di Pintu Satu Unhas, Selasa (27/3). Aksi ini diikuti beberapa fakultas yang terhimpun di dua titik, Pintu Satu Unhas dan Fly Over Makassar.
Sebelumnya, juga terjadi aksi demonstrasi di tempat yang sama, Rabu (21/3). Namun, aksi ini diwarnai tindakan kriminal. Para demonstran melakukan pengrusakan, pembakaran, hingga penjarahan mobil Coca-Cola dan pengangkut gas. Tak hanya itu, juga melakukan penyerangan kendaraan plat merah dan menjarahnya.
Wakil Rektor III, Nasaruddin Salam, seperti yang dilansir FAJAR (JPNN Group) menegaskan bahwa aksi pengrusakan ini tak semuanya dilakukan mahasiswa Unhas, tapi gabungan dari sejumlah perguruan tinggi di Makassar. “Buktinya, seorang mahasiswa yang akhirnya ditangkap ternyata bukan mahasiswa Unhas,” jelasnya.
Ini diperkuat oleh pernyataan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) beberapa fakultas di Unhas. Menurut mereka, aksi yang diwarnai kekerasan dan penjarahan itu tak pernah dikonsolidasi sebelumnya. Sebagian besar dari mereka pun menyatakan, tak ada mahasiswa Unhas yang ikut aksi itu. “Yang saya tahu, aksi ini tak ada konsolidasinya. Jadi tidak ada mahasiswa Unhas yang ikut. Orang luar yang bertindak seperti itu,” ujar Quddus Rahman, Ketua BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Rabu (28/3).
Berbicara soal aksi yang diwarnai kekerasan ‘irrasional’, Babra Kamal, aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) mengungkapkan, Pintu Satu harusnya jadi poros awal untuk mengumpulkan kekuatan. Istilahnya “titik api”. “Saya tidak sepakat dengan aksi yang merusak seperti itu. Ini kontradiktif, bukannya mendapat simpati rakyat, malah hujatan,” tambahnya, Selasa (27/3).
Aksi berbeda ditempuh Front Graknas-Cipayung Plus di gedung DPRD Propinsi Sulawesi Selatan, Senin (19/3). Front ini merupakan gabungan dari beberapa organisasi, antara lain PMII, HMI, GMKI, GMNI, IMM.
Iswanto, mahasiswa Fakultas Kedokteran yang turut dalam aksi ini menuturkan, ada dua metode gerakan yang ditempuh, yakni penyadaran dengan diskusi dan penguatan wacana, serta intervensi langsung kebijakan. “Kita melakukan diskusi, kebetulan waktu itu kami diterima oleh utusan DPRD,” jelasnya.
Metode ini disebutnya sebagai pertimbangan akan situasi dan kondisi di lapangan. Aksi damai, tambah Iswanto, juga memungkinkan di waktu-waktu tertentu untuk mendapat respon positif dari warga. Juga untuk menutup stigmatisasi terhadap gerakan mahasiswa Makassar yang dianggap kasar.
Diskusi dan aksi turun ke jalan adalah dua metode yang sering ditempuh mahasiswa. Sebenarnya, tak ada metode aksi yang baku, tergantung organisasi yang melakukannya. Demonstrasi dilakukan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah. Ini diungkapkan Muhammad Iqbal, Mantan Ketua Senat Fakultas Ekonomi.
Adanya perbedaan metode ini juga diakui Babra. Namun, perbedaan metode ini diharapkannya bertemu pada titik yang sama, menolak kebijakan yang dianggap menderitakan rakyat.
Menurutnya, aksi mahasiswa saat ini sudah sampai pada tahap radikalisasi menuntut. Misalnya dengan mendatangi kantor-kantor pemerintahan secara politis. Tuntutan mahasiswa sudah sampai pada tahap tinggi, dari isu ekonomi merambah ke isu politik, bahkan penggulingan rezim yang berkuasa.
Ia menambahkan, aksi yang diwarnai kerusakan dan penyerangan itu sebaiknya dihindari. Seharusnya ada tahap dalam melakukan pergerakan. Diawali dengan diskusi, lalu mengundang masyarakat untuk diskusi. Jika tidak bisa, datang ke rumah-rumah warga. Ini yang disebut radikalisasi. Menularkan kesadaran ke orang lain.
Berbicara soal radikalisasi gerakan, Babra kembali mengungkit kata yang pernah diucapkan Bung Karno, Presiden Pertama negeri ini. Katanya, untuk melakukan perubahan ada dua cara, masa aksi dan Metchforming. Masa aksi dijelaskan sebagai aktivitas yang dilakukan setiap hari untuk melakukan radikalisasi pemikiran terhadap rakyat. Sedangkan Metchforming adalah tahap penyusunan kekuasaan. Jadi, yang tertindas akan mengambil alih pemerintahan.
Beberapa pandangan terlihat mewarnai gerakan mahasiswa saat ini. Cara ‘irrasional’ hanya akan merugikan aksi yang telah lama diusung. Aksi ini akan dipukul mundur dan akhirnya jadi keuntungan bagi penguasa. Pemerintah akan menjadikannya sebagai legitimasi untuk menghadapi mahasiswa dengan cara serupa, kekerasan. Akibatnya, kekuatan aksi yang masih terpecah akan cepat surut.  
Berbagai bentuk aksi yang ditempuh selama ini hanyalah buah dari sikap abai pemerintah terhadap aspirasi rakyat yang disuarakan mahasiswa. Kekecewaan demi kekecewaan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah terus bergulir. Meski kekerasan dianggap ‘perlu’, mahasiswa sebagai kaum intelek harus tetap mempertimbangkan pesan-pesan intelektualitas dalam tiap aksinya. Semangat perjuangan!